JAKARTA: Pelaku usaha sektor otomotif menilai pemangkasan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) sebagai insentif untuk mobil hijau bukan sebuah kebijakan yang diskriminatif sehingga pemerintah tak perlu gentar dengan ancaman sanksi WTO.
Atas dasar itu, rencana pemerintah yang akan mengganti fasilitas pengurangan PPnBM dengan cukai untuk proyek mobil hijau tersebut dinilai tidak masuk akal.
Gilbert, Head of Industrial Regulation PT Astra Daihatsu Motor mengatakan penerapan cukai selama ini populer untuk sejumlah komoditas tertentu termasuk yang dinilai mengganggu kesehatan seperti minuman beralkohol dan rokok.
“Di sektor otomotif, cukai tidak pernah dikenal. Karena itu, kami mempertanyakan langkah pemerintah yang akan mengubah skema insentif perpajakan ini,” jelasnya hari ini.
Dia juga tak setuju wacana penggantian PPnBM menjadi cukai hanya untuk menghindari ancaman sanksi WTO karena penerapan PPnBM kepada sebuah produk justru merupakan disinsentif yang sangat diskriminatif bagi produk industri.
“Kalau PPnBM dikurangi, artinya kami ingin sikap diskriminasi itu berkurang,” ujarnya.
Jika regulasi terkait dengan proyek mobil hijau tidak segera dituntaskan, dia khawatir industri otomotif Indonesia akan semakin jauh tertinggal dengan Thailand yang telah lebih dahulu memproduksi mobil hijau sejak 2010.
“Terus terang perdebatan soal insentif yang selama 2 tahun dibahas tidak kunjung usai. Ini membuat kalangan industriawan lelah menunggu,” lanjut Gilbert.
Pada sisi lain, tren kendaraan bermotor pada masa depan sebagian besar menggunakan konsep mobil hijau yang akrab lingkungan, kompetitif dan hemat bahan bakar.(msb)