JAKARTA: Dewan Perwakilan Rakyat akan memperluas ruang lingkup pengaturan jasa konstruksi di dalam revisi Undang-Undang Jasa Konstruksi No 18/1999, tidak hanya terkait proyek pemerintah tetapi juga BUMN dan swasta.Wakil Ketua Komisi V DPR Muhidin M. Said mengatakan selama ini UU Jasa Konstruksi hanya mengatur standarisasi proyek-proyek yang menggunakan anggaran pendapatan belanja negara. Padahal, 80% proyek konstruksi berasal dari pendanaan swasta dan BUMN.Pengaturan tersebut, nantinya akan terkait standarisasi mulai dari proses perencanaan hingga pelaksanaan dan pemeliharaan.“Ke depan dalam revisi akan mengatur semua proyek dan jasa konstruksi baik yang melibatkan pemerintah, BUMN, maupun swasta karena tidak bisa kalau yang distandarisasi hanya yang terkait APBN karena itu hanya 20% dari dunia konstruksi,” ujar Muhidin, Kamis 9 Februarri 2012.Dengan perluasan cakupan pengaturan jasa konstruksi diharapkan regulasi tersebut mampu mengatur persoalan dunia konstruksi secara komprehensif sehingga dapat mengeliminir kegagalan konstruksi dan bangunan.Misalnya, untuk pembangunan gedung-gedung bertingkat yang sebagian besar merupakan pekerjaan swasta. Pembangunan itu selama ini tidak diatur di dalam UU Jasa Konstruksi, padahal bila terjadi kegagalan konstruksi dapat menimbulkan kerugian materielataupun immateriel.Selain itu, DPR akan merevisi hal krusial lainnya seperti penyesuaian jenis pekerjaan dengan standar internasional. Sebab, setelah lebih dari satu dasawarsa UU disahkan, banyak perubahan signifikan yang harus diatur dalam sebuah payung hukum.Persoalan sertifikasi yang selama ini diserahkan melalui asosiasi ke depan menggunakan badan sertifikasi independen yang berakreditas. “Para ahli harus dilibatkan dalam masalah sertifikasi ini sehingga sertifikat tidak sekadar keluar tetapi juga harus dapat dipertanggungjawabkan.”Sementara itu, Kepala Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum Bambang Goeritno mengatakan revisi UU Jasa Konstruksi ini nantinya perlu disesuaikan dengan standar dunia konstruksi secara internasional.“Supaya jasa konstruksi kita dapat lebih mudah bekerja sama dengan pihak luar, karena itu di dalam revisi perlu penyesuaian jasa konstruksi dengan praktek secara internasional.”Selain itu, sambungnya, perlu diatur secara detail tanggung jawab tenaga ahli dan perusahaan. Revisi tersebut harus mampu mengarahkan pada terciptanya kenyamanan lingkungan jasa konstruksi menuju tata kelola sektor konstruksi yang baik, berkelanjutan, dan memiliki nilai tambah.(bas)