JAKARTA: Surat edaran Ditjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mewajibkan mahasiswa untuk membuat karya ilmiah sebagai syarat kelulusan ditanggapi positif oleh sejumlah rektor perguruan tinggi.“Saya rasa untuk mahasiswa Universitas Indonesia, ITB dan perguruan tinggi negeri lainnya bukan masalah membuat karya ilmiah, karena dari satu mata kuliah saja mahasiswa sudah biasa membuat tiga sampai empat makalah," ujar Rektor Universitas Indonesia Gumilar Rusliwa Somantri, Selasa Februari 2012.Dia menjelaskan selama ini proses membuat skripsi juga melalui riset mendalam, sehingga tidak masalah bagi mahasiswa membuat karya ilmiah.Menurut dia, gagasan Ditjen Dikti itu perlu didukung tetapi memang harus dengan pendekatan holistik dahulu. Artinya, harus direvitalisasi dahulu jurnal-jurnal ilmiah secara online ataupun cetak, sehingga dapat menampung karya ilmiah dari para mahasiswa.Rektor Institut Teknologi Bandung Akhmaloka berpendapat bahwa surat edaran itu tidak mewajibkan mahasiswa S1 untuk membuat jurnal ilmiah, masih sebatas himbauan. Mahasiswa S1 nantinya hanya diwajibkan membuat karya ilmiah yang bahan-bahannya didapat dari seminar ilmiah yang dibimbing oleh dosen.“Artinya ini masih himbauan, dan bukan persyaratan keras yang apabila tidak dilakukan tidak akan lulus,” jelasnya.Namun, dia menekankan bagi mahasiswa S2 memang diharuskan membuat jurnal ilmiah yang terakreditasi oleh Dirjen Dikti, sedangkan S3 diwajibkan membuat jurnal ilmiah yang harus diterbitkan di jurnal internasional.Akhmaloka mengungkapkan masih banyak kendala dalam peraturan tersebut. Hanya kampus besar seperti ITB yang mampu menerbitkan jurnal ilmiah yang berkualitas. Oleh karena itu, ujarnya, surat edaran masih sebatas himbauan, tetapi semangatnya dapat menjadi pencanangan ke arah persyaratan wajib kelulusan.Berdasarkan data, jumlah publikasi dari ITB, UI, UGM, dan IPB pada 2005-2010 yang terindeks dalam basis data Scopus, yakni 688 jurnal, 544 jurnal, 404 jurnal, dan 252 jurnal. Jumlah itu jauh tertinggal dari publikasi sejumlah perguruan tinggi ternama di Thailand dan Malaysia yang mencapai lebih dari 4.000 judul per universitas.Dirjen Dikti Djoko Santoso mengatakan memang sudah mengeluarkan surat edaran bernomor 152/E/T/2012 terkait publikasi karya ilmiah. Surat tertanggal 27 Januari 2012 ditujukan kepada Rektor/Ketua/Direktur PTN dan PTS seluruh Indonesia.Isi surat edaran, yakni untuk lulus program Sarjana harus menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah. Selanjutnya, lulus program magister harus telah menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah nasional, diutamakan yang terakreditasi Dikti. Khusus untuk program doktor harus menghasilkan makalah yang diterima untuk terbit pada jurnal internasional.Dia tidak khawatir jika ada penumpukan mahasiswa S1 tingkat akhir yang terhambat lulus karena persyararatan tersebut. Begitu pula jika ada perguruan tinggi yang tidak mau mengikuti perintah di surat edarannya itu.“Kalau perguruan tinggi tidak mau ikut, nanti ketinggalan zaman dan dapat sanksi akademik sendiri,” tegas Djoko.Pihaknya dalam waktu dekat akan membuat petunjuk pembuatan jurnal online karena karya ilmiah tersebut dapat dimuat online dan yang mengontrol tulisan ilmiah itu adalah dosen yang bersangkutan .“Jadi tempat publikasinya jurnal ilmiah yang sengaja di buat dan yang menerbitkan boleh siapa saja. Misalnys setiap program studi boleh menerbitkan, nanti secara kuantitas akan bertambah, tapi standar penulisannya tetap ada. Modalnya tinggal komputer dan Internet dan ketentuan ini sendiri akan berlaku sejak kelulusan Agustus 2012,” kata Djoko.Dia menambahkan semakin awal mahasiswa dilatih untuk membuat karya ilmiah, ketika dia melanjutkan ke jenjang magister tidak terlalu sulit lagi untuk membuat karya ilmiah yang diterbitkan di jurnal ilmiah internasional. "Jumlah jurnal ilmiah kita tertinggal jauh dengan berbagai negara. Termasuk di Malaysia kita kalah 1/7- nya," katanya.Sekretaris Jenderal Asosiasi Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia (Aptisi) Suyatno berpendapat langkah Kemendikbud untuk menambah karya ilmiah yang dibuat mahasiswa Indonesia merupakan hal baik. Akan tetapi, jelasnya, akan menjadi masalah besar jika menjadi syarat kelulusan bagi mahasiswa. “Kami belum mengerti akan hal ini karena masih baru. Nanti akan kami bahas di forum perguruan tinggi swasta agar tidak menimbulkan polemik,” ungkapnya. (bas)