Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

FTA RI-PAKISTAN: Mulai Bahas Perjanjian Perdagangan Bebas

 JAKARTA: Indonesia dan Pakistan pada tahun ini mulai membahas perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA).Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan FTA dengan Pakistan harus komplimenter dengan perjanjian multilateral.“Sudah

 JAKARTA: Indonesia dan Pakistan pada tahun ini mulai membahas perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA).Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan FTA dengan Pakistan harus komplimenter dengan perjanjian multilateral.“Sudah saya komunikasikan kepada Menteri Perdagangan Pakistan dan Duta Besar Pakistan untuk Indonesia agar diskusi bilateral terkait dengan FTA tidak mematahkan semangat multilateral,” jelasnya Jumat siang 3 Februari 2012.Dia menuturkan hal itu seusai menandatangani perjanjian perdagangan di bidang tertentu (preferential trade agreement/PTA) antara Indonesia-Pakistan, bersama dengan Dubes Pakistan untuk Indonesia Sanaullah.Gita menuturkan Indonesia dan Pakistan ingin meningkatkan perdagangan karena faktor kedekatan emosional, yang bisa berdampak kepada lebih maksimalnya hubungan perdagangan kedua negara.“Akan [mendiskusikan FTA Indonesia-Pakistan] tahun ini, tetapi bukan berarti selesai dalam waktu dekat,” jelas Mendag.Mendag menegaskan Indonesia terbuka untuk mendiskusikan mengenai kemungkinan menyepakati FTA dengan negara lainnya, sejauh tidak menciderai semangat multilateral.Sementara itu, Sanaullah mengharapkan paling lambat kuartal I/2012, mendag bisa berkunjung ke Pakistan untuk mulai membahas FTA.Dalam perkembangan lainnya, mendag menargetkan nilai perdagangan Indonesia-Pakistan bisa mencapai minimal US$10 miliar per tahun menyusul berlakunya perjanjian PTA antarkedua negara. Target tersebut melonjak 900% dibandingkan dengan nilai perdagangan kedua negara saat ini yang sekitar US$1 miliar per tahun.“Ada lebih dari 400 item yang masuk ke dalam PTA dengan Pakistan, yang paling utama adalah terkait dengan kelapa sawit,” kata mendag.Dia menuturkan selama ini ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia ke Pakistan mengalami diskriminasi karena dikenakan tarif yang berbeda dengan Malaysia.Sebelum PTA ditandatangani, tarif bea masuk CPO asal Malaysia mendapat diskon 15%  dibandingkan dengan Indonesia. Berlakunya PTA membuat tarif bea masuk CPO dari Indonesia dan Malaysia sama besar.“Dulu [sebelum ada diskriminasi] ekspor [CPO] Indonesia ke Pakistan nilainya bisa mencapai US$800 juta, dan turun menjadi rata-rata US$60 juta [saat ada diskriminasi]. Dengan adanya penurunan tarif bea masuk setelah PTA ini, diharapkan ekspor kembali bisa meningkat jauh,” jelas Gita.Ketua Bidang Pemasaran Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indoesia (Gapki) Susanto meyakini volume ekspor CPO ke Pakistan pada tahun ini bisa mencapai 1 juta ton, meroket 233,33% dibandingkan dengan 2011 sekitar 300.000 ton.“Pakistan menyamakan bea masuk antara Indonesia dan Malaysia. Secara bertahap, volume ekspor akan kembali ke posisi sebelum terjadinya diskriminasi dengan Malaysia,” jelasnya. Di sisi lain, yang menjadi kekhawatiran menyusul PTA Indonesia-Pakistan adalah akan semakin banyak impor jeruk kino dari Pakistan.Sebagai ganti penurunan tarif bea masuk CPO, Pakistan mendapat fasilitas bea masuk 0% untuk jeruk kino ke Indonesia.“Saya tidak khawatir [terhadap impor jeruk kino dari Pakistan] kalau bisa mendapat lebih banyak dari kelapa sawit,” jelas Gita.Sanaullah mengatakan dengan bea masuk 0% terhadap jeruk kino, prospek pertumbuhan impor akan ada pada area potensial.“Di CPO, Indonesia kini memiliki win-win situation. Pada 2009 impor kelapa sawit dari Indonesia hanya US$77 juta, ke depannya bisa bertumbuh hingga US$200 juta sampai US$300 juta,” jelasnya.Sementara itu, Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan Malaysia sedang menyiapkan sejumlah strategi guna menyiasati keputusan pemerintah Indonesia yang tetap mengenakan bea keluar terhadap produk CPO.“Dari total ekspor CPO Malaysia, sekitar 60% berupa produk hilir. Dimana, produk hilir tersebut bahan bakunya berasal dari Indonesia. Mereka menghadapi masalah terkait dengan harga bahan baku, karena Indonesia mengenakan bea keluar terhadap CPO,” paparnya.Wamendag mengatakan pengenaan bea keluar terhadap CPO sebagai salah satu strategi pemerintah mendorong pertumbuhan industri hilir di dalam negeri.(bas)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : News Editor

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro