Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hiswana: Naikkan harga bbm subsidi

JAKARTA: Himpunan Wiraswata Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) meminta pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi secara bertahap untuk menekan disparitas harga yang terlalu tinggi dengan BBM nonsubsidi, sehingga bisnis hilir

JAKARTA: Himpunan Wiraswata Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) meminta pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi secara bertahap untuk menekan disparitas harga yang terlalu tinggi dengan BBM nonsubsidi, sehingga bisnis hilir migas juga dapat berkembang.Ketua Umum Hiswana Migas Eri Purnomohadi mengatakan dengan adanya rencana pembatasan dan pengurangan kuota BBM subsidi pada 2012, sebenarnya menjadi peluang bagi industri hilir migas di Tanah Air untuk memperluas pasar dan meningkatkan penjualan BBM nonsubsidi.Hanya saja, imbuhnya, tingginya disparitas harga antara BBM subsidi dan nonsubsidi, menyebabkan pola konsumsi masyarakat, termasuk yang seharusnya tidak layak mendapatkan subsidi, lebih memilih menggunakan BBM subsidi ketimbang nonsubsidi."Pemerintah seharusnya mempunyai political will untuk menaikkan harga BBM subsidi secara periodik dan bertahap, sehingga ada anggaran subsidi yang bisa dihemat dan digunakan untuk pengembangan bisnis hilir migas, terutama pembangunan infrastrukturnya," ujarnya, hari ini.Menurutnya, penyesuaian harga BBM subsidi secara periodik itu bisa dilakukan secara bertahap hingga mendekati harga keekonomian BBM nonsubsidi, sehingga secara perlahan masyarakat juga bisa menerima keputusan tersebut.Di sisi lain, imbuhnya, pemberian subsidi BBM yang selama ini dalam bentuk harga, seharusnya bisa dialihkan menjadi subsidi langsung dan diberikan kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan."Kalau sekarang, banyak masyarakat yang seharusnya tidak berhak disubsidi, malah menggunakan BBM subsidi. Bahkan, mobil-mobil diplomat masih saja minum BBM subsidi."Dia mengatakan pemerintah harus segera menyelesaikan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55/2005 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak di Dalam Negeri dan Perpres 9/2006 tentang perubahan atas Perpres 55/2005, sehingga ada payung hukum yang jelas terkait penyaluran BBM subsidi.Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Tubagus Haryono mengungkapkan selama ini memang banyak terjadi penyelewengan BBM subsidi, terutama di daerah perbatasan."Penyaluran BBM subsidi yang paling besar itu malah terjadi di Natuna, yang hanya punya satu SPBU [stasiun pengisian bahan bakar umum]. Makanya, harus ada aturan yang tegas dan jelas soal siapa saja yang berhak mendapatkan BBM subsidi," katanya.Menurutnya, BPH Migas sudah melaksanakan berbagai upaya agar BBM subsidi menjadi tepat sasaran, termasuk operasi penegakan hukum bersama Kementerian Koordinasi Politik, Hukum, dan HAM, Kepolisian, TNI, Badan Intelijen, Badan Koordinasi Keamanan Laut, dan Direktorat Jederal Minyak dan Gas Bumi.Namun, lanjutnya, upaya itu masih belum optimal, mengingat tidak adanya jaminan kepastian hukum yang jelas dan tegas dari pemerintah mengenai pihak-pihak yang berhak mendapatkan BBM subsidi.Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Waryono Karno menjanjikan revisi kedua perpres itu akan dikeluarkan sebelum April tahun depan, sehingga upaya pembatasan penggunaan BBM subsidi bisa dilaksanakan.Pemerintah telah mematok jatah BBM subsidi tahun ini sebesar 40,49 juta kiloliter, dengan rincian premium 24,53 juta kiloliter, solar 14,15 juta kiloliter, dan minyak tanah 1,81 juta kiloliter.Namun, realisasi konsumsi BBM bersubsidi periode Januari—Oktober tahun ini sudah mencapai 34,42 juta kiloliter atau 85,02% dari kuota APBN-P sebesar 40,49 juta kiloliter.Rincinya, konsumsi premium sudah 21,02 juta kiloliter, solar 11,94 juta kiloliter, dan minyak tanah 1,46 juta kiloliter. Artinya, sisa jatah premium hanya tinggal 3,51 juta kiloliter untuk 2 bulan berikutnya menjelang pergantian tahun. (Bsi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper