Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DGI: Gula rafinasi tetap tidak boleh masuk pasar

JAKARTA: Dewan Gula Indonesia menyatakan gula rafinasi tidak bisa digunakan untuk kebutuhan konsumsi. Hal ini menanggapi usulan Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia guna mendistribusikan gula rafinasi ke wilayah Indonesia timur. Kepala Sekretariat

JAKARTA: Dewan Gula Indonesia menyatakan gula rafinasi tidak bisa digunakan untuk kebutuhan konsumsi. Hal ini menanggapi usulan Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia guna mendistribusikan gula rafinasi ke wilayah Indonesia timur. Kepala Sekretariat Dewan Gula Indonesia Bambang Priyono menyatakan sesuai dengan aturan pemerintah, gula rafinasi hanya diperuntukan bagi kelompok industri baik industri besar, menengah maupun industri rumah tangga. Jadi pendistribusian gula rafinasi untuk kebutuhan konsumsi akan menyalahi aturan. Bambang juga membantah pernyataan APEGTI terkait pasokan gula wilayah Indonesia Timur yang mengalami kekurangan. “Persoalannya, memang tidak ada yang kekurangan gula. Persediaan gula kita sangat mencukupi saat ini, kalau soal distribusi wajar saja mungkin tidak semuanya merata sama persis,” ujar Bambang saat dihubungi Bisnis, akhir pekan ini. Bambang mengungkapkan solusinya harus ditetapkan kebijakan yang komprehensif seperti membatasi impor gula mentah yang menjadi bahan gula kristal rafinasi. Jangan sampai, lanjutnya, ketersediaan barang impor yang berlebihan membuat gula terpaksa harus dijual selain untuk kebutuhan industri. “Solusinya, dibutuhkan kebijakan yang komprehensif. Jadi tidak karena persediaan gula yang berlebihan lalu harus dijual selain ke industri, akhirnya menyalahi aturan,” ujarnya. Sebelumnya Ketua Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia Natsir Mansur mengusulkan pemerintah mendistribusikan gula kristal rafinasi impor untuk kebutuhan konsumsi di wilayah Indonesia timur yang tengah mengalami krisis pasokan gula. Untuk itu, Natsir berencana mengadakan pertemuan dengan pihak pemerintah daerah dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin), pekan ini. “Suplai gula dari wilayah produsen pulau Jawa tidak merata sampai ke bagian timur Indonesia. Jadi kami mengusulkan pemerintah mencari solusi, seperti pendistribusian gula rafinasi untuk konsumsi,” kata Natsir saat dihubungi Bisnis, pekan lalu. Dia menjelaskan, kebutuhan konsumsi gula di wilayah Sulawesi, Kalimantan, Maluku, dan Papua  saat ini mencapai 600ribu ton. Sementara produksi di wilayah tersebut hanya sekitar 50ribu ton. Ini berarti wilayah tersebut masih kekurangan pasokan sebanyak 550ribu ton gula. “Dua  pabrik di wilayah timur yakni PTPN XIV dan pabrik gula Gorontalo hanya menghasilkan total 50ribu ton gula, ini jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan wilayah timur,” ujarnya. Namun demikian, berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No 111/2009 dijelaskan pendistribusian gula rafinasi hanya diperuntukan bagi industri berskala besar, industri kecil, dan industri rumah tangga. Perembesan distribusi gula rafinasi impor untuk konsumsi dianggap bisa mengacaukan harga gula Kristal putih lokal. Menanggapi hal itu, Natsir menyampaikan kekacauan harga akibat masuknya gula rafinasi ke wilayah kebutuhan konsumsi dapat dicegah oleh kontrol pemerintah. “Harga gula rafinasi bisa saja dikontrol Kementerian Perdagangan, misalnya dengan perhitungan berdasarkan hasil produksi, biaya impor, dan biaya olah agar tidak mengacaukan harga gula lokal,” tandasnya.Semenara itu, harga gula di bursa berjangka menapaki peningkatan mingguan terbesar sejak Desember. Hal ini dipicu oleh potensi menurunnya hasil produksi di Brasil, sebagai eksportir terbesar dunia. Datagro Ltd menyampaikan lahan tebu di Brazil Selatan, wilayah penghasil gula terbesar terus tumbuh di bawah ekspektasi. Menurut Lembaga penelitian tersebut, hasil produksi akan menurun akibat kekeringan yang terjadi tahun lalu, dan cuaca dingin ekstrim pada Juni dan Agustus lalu. "Defisit produksi tahun ini benar-benar membuat market bergairah," ujar Hector Galvan, senior trading adviser RJO Futures di Chicago seperti dikutip Bloomberg. Harga gula mentah untuk pengiriman Oktober naik mencapai 6,3% atau sekitar 1,84 sen untuk menetap di level 30,96 sen per pon di ICE Futures US di New York, kenaikan terbesar untuk kontrak teraktif sejak 7 Juli. Harga telah melonjak hingga 59% dalam 12 bulan terakhir. "Tak hanya gula, kopi arabika dan kakao juga mengalami pertumbuhan harga minggu ini. Harga kopi berjangka untuk pengiriman Desember naik 0,5% atau setara 1,45 sen menjadi US$2,6985 per pon di New York. Komoditas biji-bijian ini meningkat sebanyak 11% pekan ini, pertumbuhan terbesar sejak Juni 2010. Harga telah naik mencapai 50% pada 2010. Sementara itu, kakao berjangka untuk pengiriman Desember naik US$19, atau 0,6% menjadi US$3.004 per metrik ton. Harga naik 3,3% pekan ini. (Lavinda/ Bsi)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : News Editor

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper