Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkap sejumlah strategi untuk menciutkan defisit perdagangan non-migas Indonesia terhadap China, yang mencapai US$10 miliar atau setara dengan Rp163 triliun (asumsi kurs Rp16.400 per dolar AS) pada tahun lalu.
Turut menyaksikan pertemuan bilateral antara Presiden Prabowo Subianto dan Perdana Menteri (PM) China Li Qiang pada hari ini, Minggu (25/5/2025), Airlangga menyebut bahwa peningkatan investasi menjadi salah satu strategi untuk memperbaiki neraca dagang.
Pemerintah pun mendorong adanya kerja sama dengan China dalam sejumlah program unggulan seperti Makan Bergizi Gratis, swasembada energi, dan proyek strategis giant sea wall.
“Pak Presiden tadi bicara mengenai program unggulan baik itu Makan Bergizi Gratis. Kemudian juga mengenai swasembada energi. Ke depan juga proyek strategis seperti giant sea wall juga sedang disiapkan,” ucapnya di kompleks Istana Kepresidenan, Minggu (25/5/2025).
Airlangga optimistis kerja sama bilateral ini juga akan meningkatkan nilai ekspor yang sebelumnya telah tumbuh 21,5% pada Maret 2025 dengan besaran nilai US$919,8 juta.
“Kami harapkan secara strategis akan lebih tinggi lagi,” pungkas Airlangga.
Baca Juga
Adapun, Indonesia juga masih mencatatkan defisit perdagangan nonmigas dengan China pada Maret 2025, bahkan menjadi salah satu defisit yang terdalam.
Indonesia mengalami defisit perdagangan dengan beberapa negara, dengan China menjadi negara penyumbang defisit perdagangan nonmigas mencapai US$1,11 miliar pada Maret 2025.
Secara terperinci, defisit perdagangan dengan China utamanya disumbang oleh mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya (HS 84) yakni -US$1,41 miliar, mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS 85) -US$1,30 miliar, dan kendaraan dan bagiannya (HS 87) -US$351 juta.
Selain dengan China, Australia dan Thailand menjadi dua negara lainnya sebagai penyumbang defisit terbesar pada Maret 2025. Australia menyumbang defisit sebesar US$0,35 miliar, dan Thailand US$195 juta pada Maret 2025.
Untuk Australia, defisit terbesar dikontribusikan oleh komoditas serealia (HS10) terutama dari komoditas gandum yakni sebesar -US$103 juta, kemudian logam mulia dan perhiasan (HS71) -US$91,2 juta, dan bahan bakar mineral (HS27) -US$83,4 juta.
Sementara untuk Thailand, BPS mencatat bahwa komoditas penyumbang defisit nonmigas terbesar yakni defisit terbesar dikontribusikan oleh gula dan kembang gula (HS17) -US$96,5 juta, plastik dan barang dari plastik (HS39) -US$68,7 juta, serta mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya (HS84) -US$68,5 juta.
Sementara itu, Indonesia tercatat mengalami surplus perdagangan barang pada kelompok nonmigas dengan beberapa negara. Tiga terbesar diantaranya adalah Amerika Serikat (AS) US$1,98 miliar, India US$1,04 miliar, Filipina US$714 juta.