Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah konglomerat atau orang kaya Indonesia diketahui mulai memindahkan kekayaannya ke luar negeri. Tren itu mencuat disinyalir karena adanya kekhawatiran akan kebijakan fiskal Presiden Prabowo Subianto dan ketidakpastian stabilitas ekonomi Indonesia.
Melansir laporan Bloomberg, orang kaya di Indonesia banyak mengalihkan asetnya ke emas dan real estate di luar negeri. Di samping itu, kripto hingga stablecoin USDT menjadi salah satu instrumen investasi yang banyak dilirik orang kelas menengah atas Indonesia.
“Emas dan real estate adalah dua tempat penyimpanan yang populer, meskipun tempat penyimpanan ketiga yang kurang tradisional telah muncul: mata uang kripto - khususnya stablecoin USDT dari Tether Holdings SA, yang dirancang untuk mempertahankan nilai tukar 1:1 terhadap dolar AS,” demikian bunyi laporan tersebut.
Semua aset tersebut menawarkan cara bagi orang kaya di negara ini untuk menghindari pengawasan dalam memindahkan uang dalam jumlah besar.
Sebagai contoh, mata uang kripto USDT mulai digemari di Indonesia sebagai cara untuk menghindari deteksi konversi mata uang dan memindahkan uang di atas $100.000 ke luar negeri.
Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh para bankir hingga manager investasi yang enggan disebutkan namanya, mengatakan bahwa sejumlah klien asal Indonesia dengan kekayaan bersih antara US$100 juta (Rp1,6 triliun) hingga US$400 juta (Rp6,7 triliun) telah mengubah hingga 10% dari aset mereka menjadi kripto.
Baca Juga
Adapun, tren pergeseran aset tersebut dimulai pada Oktober 2024 ketika Prabowo berkuasa, tetapi meningkat secara substansial setelah rupiah jatuh pada bulan Maret.
Alhasil, meningkatnya arus keluar itu dinyalir kuat menjadi biang kerok penurunan tajam mata uang Indonesia dalam beberapa waktu belakangan.
Pasalnya, Rupiah pada Selasa (8/4/2025), mata uang rupiah kembali ditutup melemah dengan menyentuh level Rp16.891 per dolar Amerika Serikat (AS).
Di samping itu, mata uang dan pasar saham Indonesia juga mengalami penurunan karena kekhawatiran bahwa kebijakan belanja Prabowo dapat menggerogoti disiplin fiskal negara yang telah dibangun di bawah pemerintahan sebelumnya.
Bloomberg menjelaskan kekhawatiran utama para orang kaya Indonesia didorong oleh volatilitas saham dan mata uang yang terjadi usai berbagai Prabowo meneken sejumlah kebijakan. Mulai dari perluasan peran angkatan bersenjata, meningkatnya pengeluaran negara menjadi salah satu momok bagi para investor.
Bahkan, Bloomberg mempertanyakan keinginan Prabowo yang membidik pertumbuhan ekonomi dapat tembus di level 8% per tahun, sesuatu yang bahkan tidak dapat dicapai oleh China.
Jika pemerintah terus melakukan ekspansi demi mewujudkan program populis Prabowo, para investor khawatir hal ini dapat menyebabkan defisit fiskal yang lebih besar, peningkatan utang dan kenaikan pajak, belum lagi tekanan inflasi yang lebih luas.
Meskipun gelombang arus keluar saat ini tidak sebanding dengan eksodus pada tahun 1998 ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi Asia, arus keluar ini semakin meningkat.
Sejak Februari, klien-klien dari sebuah perusahaan penasihat telah memindahkan sekitar US$50 juta (Rp838,45 miliar) uang mereka ke Dubai dan Abu Dhabi, ujar sumber lain. Pada kuartal Desember, arus keluar serupa hanya mencapai US$10 juta (Rp167,69 miliar).
Selain properti hingga pasar kripto, emas menjadi alternatif yang dipilih para orang kaya mengamankan asetnya. Penjualan emas batangan di PT Hartadinata Abadi, peritel emas non-pemerintah terbesar di Indonesia, melonjak sekitar 30% dalam tiga bulan pertama tahun ini dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2024, kenaikan kuartalan tertajam dari tahun ke tahun sejak perusahaan tersebut go public pada tahun 2017, kata juru bicara Thendra Crisnanda.
Analis utama Indonesia di Global Counsel LLP, Dedi Dinarto, menilai arus deras keluar tersebut perlu segera menjadi perhatian Presiden Prabowo. Salah satu langkah yang bisa diambil yakni dengan memberikan jaminan seputar disiplin fiskal dan berkomitmen pada investasi-investasi utama di bidang-bidang seperti infrastruktur.
“Baik investor asing maupun lokal memiliki kekhawatiran yang sama mengenai kebijakan-kebijakan Prabowo,” ujar Dedi.