Bisnis.com, JAKARTA – Penyampaian undangan paparan resmi APBN Kita yang akan dilakukan besok (13/3/2025) menjadi sorotan media berbasis di Amerika Serikat, Bloomberg.
Dalam pemberitaan hari ini, Rabu (12/3/2025), Bloomberg menyebut kepastian jadwal paparan kondisi fiskal negara, yang biasa dikenal dengan APBN Kita, telah ditunggu investor dan ekonom di tengah perombakan radikal rencana pengeluaran dan pendapatan negara (APBN). Perombakan dilakukan setelah Presiden Prabowo mulai memerintah sejak November 2024 lalu.
Beberapa kebijakan anggaran yang signifikan antara lain menunda kenaikan pajak dari 12% kembali menjadi 11%. Pemerintah juga telah mengumumkan pemangkasan APBN sebanyak Rp306,7 triliun (US$19 miliar).
Selain itu, perhatian juga tertuju pada dampak sistem administrasi pajak yang baru diterapkan, Coretax. Sistem dengan investasi lebih dari Rp1 triliun itu dikembangkan untuk mendigitalkan dan menyederhanakan berbagai sistem pajak di Indonesia. Namun, implementasinya tersendat, dan para wajib pajak mengeluhkan kesalahan teknis yang terus-menerus sehingga menyulitkan mereka untuk membayar pajak.
Dari APBN Kita, investor dapat merinci pendapatan, pengeluaran, dan pembiayaan negara yang sebelumnya diterbitkan setiap bulan.
Bloomberg melaporkan bahwa penundaan rilis data kinerja Januari 2025, terjadi karena masalah penjadwalan. "Karena agenda yang padat," kata Juru Bicara Kementerian Keuangan, Deni Surjantoro.
Baca Juga
Sebagai perbandingan, APBN Kita pertama pada 2024, dirilis pada 22 Februari. Sedangkan saat ini, data terbaru yang dirilis Kementerian Keuangan adalah pencapaian Desember 2024 yang dirilis pada 6 Januari 2025.
Investor juga menunggu kejelasan mengenai alokasi kembali dana hasil pemangkasan baik peruntukan untuk program prioritas presiden seperti makanan gratis untuk anak sekolah hingga Sovereign Wealth Fund (SWF) Danantara.
"Investor tengah menunggu data terbaru untuk mengukur dampak langkah-langkah fiskal terkini dengan lebih baik," kata ekonom OCBC, Lavanya Venkateswaran.
Kurangnya informasi mengenai kondisi fiskal terkini dapat memengaruhi sentimen investor, yang diyakini turut menekan posisi nilai tukar rupiah hingga keyakinan untuk berinvestasi di Bursa Efek Indonesia, baik untuk obligasi maupun saham. “Tanpa informasi tersebut [kinerja APBN], imbal hasil obligasi tidak mampu mengimbangi reli bullish yang telah terjadi di pasar treasury AS selama dua minggu terakhir,” kata Lionel Priyadi, Analis Mega Capital.
Dia juga menilai bahwa penundaan yang berkepanjangan dapat menciptakan sentimen negatif.
Ekonom Barclays Plc, Brian Tan menyebut penundaan rilis APBN Kita tidak biasa, meskipun ia mencatat bahwa hal itu mungkin hanya mencerminkan proses tinjauan anggaran yang sedang berlangsung. Jika data kondisi APBN dirilis, hal itu berpotensi memberikan pandangan yang lebih konstruktif. OCBC, misalnya, memperkirakan bahwa penghematan bersih dari perombakan anggaran Indonesia dapat mencapai sekitar Rp166 triliun, atau 0,7% dari PDB.
"Tentu akan lebih baik jika pembaruan ini dilanjutkan lebih cepat daripada nanti, sebelum imajinasi investor mulai mengembara," kata Tan dari Barclays