Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah berencana menerbitkan surat utang untuk pembiayaan program 3 juta rumah. Ekonom menilai SBN Perumahan tersebut akan menarik minat para investor.
Kepala Ekonom PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) Banjaran Surya Indrastomo menjelaskan saat ini pasar global sedang kekurangan penawaran surat berharga. Alasannya, banyak surat berharga yang akan jatuh tempo pada tahun ini.
Apalagi, sambungnya, bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve alias The Fed masih cenderung akan menahan suku bunga. Akibatnya, pemerintah di berbagai dunia harus lebih selektif menerbitkan surat berharga di tengah suku bunga yang tinggi.
"Kesempatan dan momentum untuk dollar denominated bond [obligasi berdenominasi dolar AS] atau samurai bond jadi make sense [masuk akal]," ujar Banjaran kepada Bisnis, Minggu (23/2/2025).
Dia pun menyambut positif apabila memang pemerintah ingin menerbitkan SBN Perumahan. Hanya saja, dia menilai pemerintah tidak punya ruang yang besar.
Bagaimanapun, lanjutnya, ruang fiskal pemerintah sempit. UU No. 17/2003 mengatur defisit anggaran sebesar maksimal sebesar 3% terhadap produk domestik bruto (PDB) dalam satu tahun anggaran dan total utang pemerintah tidak boleh lebih dari 60% dari PDB.
Sebagai perbandingan, defisit anggaran mencapai 2,29% pada 2024. Sementara itu, rasio utang pemerintah terhadap PDB mencapai 39,36% pada 2024.
Oleh sebab itu, Banjaran menilai pemerintah bisa mengembangkan skema pembiayaan lain. Menurutnya, penerbitan SBN Perumahan saja tidak akan cukup.
"Mungkin perlu dikembangkan pola lain. Selain KPBU [Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha], ada DIRE [Dana Investasi Real Estat] misalnya," jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa APBN akan mendukung masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) agar bisa mempunyai rumah pribadi. Untuk memaksimalkan upaya tersebut, sambungnya, Kementerian Keuangan berencana menerbitkan surat utang demi target tiga juta rumah bisa tercapai.
"Kami hari ini juga berdiskusi untuk meningkatkan kemampuan dalam mendukung MBR ini, dengan penerbitan surat berharga negara [SBN] perumahan," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat pada Kamis (20/2/2025) malam.
Menurut bendahara negara itu, pembiayaan melalui penerbitan SBN perumahan itu merupakan modifikasi dari skema FLPP atau fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan. Dengan demikian, target penerima manfaat bisa bertambah.
Saat ini, pemerintah sudah memberikan dukungan 220.000 rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah dalam bentuk FLPP. Hanya saja, Kementerian PKP mempunyai target hingga tiga juta rumah per tahun—bukan cuma 220.000.
"Kami akan terus mengembangkan berbagai kreativitas financing [pembiayaan] bersama sehingga dari sisi APBN disiplin fiskalnya tetap terjaga namun responsif," jelas Sri Mulyani.