Bisnis.com, JAKARTA — Himpunan Industri Alat Berat Indonesia (Hinabi) melaporkan realisasi produksi alat berat Indonesia pada 2024 mencapai 7.022 unit atau turun 12,9% dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 8.066 unit.
Ketua Umum Hinabi Giri Kus Anggoro mengatakan, capaian tersebut masih di bawah target produksi atau hanya mencapai 88% dari target 8.000 unit tahun lalu. Kendati demikian, pihaknya tetap optimistis dengan membidik produksi 8.500 unit tahun ini.
“Harapannya, produksi alat berat dalam negeri pada tahun 2025 dapat mencapai 8.500 unit atau lebih tinggi dari pencapaian produksi tahun 2024,” kata Giri kepada Bisnis, Kamis (6/2/2025).
Dia menerangkan bahwa penurunan produksi tahun ini dipengaruhi oleh kondisi pasar alat berat yang cenderung ‘wait and see’ pada semester pertama 2024. Hal ini terkait dengan meningkatnya kegiatan politik yang membuat banyak pihak lebih berhati-hati dalam membuat keputusan investasi.
Meskipun ada peningkatan kebutuhan alat berat pada semester II/2024, hal tersebut tidak cukup signifikan untuk mendorong tercapainya target produksi.
“Tipe alat berat yang paling laris terjual di tahun 2024 adalah hydraulic excavator kelas medium,” imbuhnya.
Baca Juga
Melihat ke depan, Giri memproyeksikan kinerja produksi pada tahun 2025 akan lebih baik. Peningkatan kebutuhan alat berat diperkirakan akan terjadi di sektor agro, konstruksi, dan pertambangan, yang dapat mendorong tercapainya target yang lebih tinggi.
Sebelumnya, dia juga berharap kebijakan hilirisasi dan proyek infrastruktur pemerintah mestinya dapat mendorong kebutuhan alat berat yang diproduksi lokal. Namun, hingga saat ini, produksi alat berat justru menunjukkan tren penurunan.
“Namun, aktualisasinya alat berat dalam negeri masih kurang menjadi prioritas utama pilihan dalam penggunaannya pada proyek hilirisasi dan infrastruktur tersebut," tuturnya.
Menurut Giri, sejumlah produk alat berat lokal telah memiliki tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang cukup tinggi. Dalam laman resmi Kemenperin, alat berat dari PT Pindad, PT Sakai Indonesia, PT Ultratex Indonesia, dan lainnya memiliki TKDN di level 23%-35%.
Di lapangan, dia justru melihat alat berat impor yang cukup marak digunakan pada proyek-proyek tersebut. Terlebih, tahun ini, dia melihat penggunaan alat berat impor terutama merek China yang membuat persaingan pasar alat berat di Indonesia kian ketat.
“Indonesia menjadi salah satu pasar alat berat yang besar dan saat ini, pasar tersebut masih terus berkembang seiring tren kebutuhan yang semakin meningkat. Hal ini mendorong masuknya alat berat impor ke Indonesia dan bersaing ketat dengan alat berat produksi dalam negeri," jelasnya.