Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai Indonesia akan menghadapi tantangan perekonomian yang lebih kompleks pada 2025 daripada tahun ini.
Yusuf menjelaskan tantangan ekonomi akan datang dari eksternal maupun internal. Untuk eksternal, terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat (AS) periode 2025—2029 diyakini akan mengubah dinamika perekonomian global.
Dia mengingatkan bahwa Trump cenderung menerapkan kebijakan ekonomi yang proteksionis seperti yang ditunjukkan ketika pertama kali memimpin AS (2017—2021). Oleh sebab itu, perang dagang antara AS dan China akan semakin memanas.
Masalahnya, sambung Yusuf, AS dan China merupakan salah dua mitra utama perdagangan Indonesia. Akibatnya, ditakutkan kinerja ekspor Indonesia akan terganggu pada tahun depan.
"Kebijakan proteksionisme Trump juga bisa mempengaruhi perubahan harga komoditas. Sayangnya kondisi ini tidak begitu bagus bagi Indonesia yang masih relatif tergantung pada pergerakan harga komoditas," ujar Yusuf kepada Bisnis, Sabtu (28/12/2024).
Dari dalam negeri, dia menyoroti berbagai kebijakan yang bisa menahan pertumbuhan ekonomi seperti kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada tahun depan.
Baca Juga
Tak hanya itu, ada rencana penguatan baru yang dikenakan untuk kelompok buruh tertentu seperti implementasi dana pensiun wajib.
Yusuf meyakini pemerintah masih punya ruang untuk melakukan penyesuaian baik pada awal maupun pertengahan 2025 agar pertumbuhan ekonomi tidak tertekan akibat berbagai kebijakan tersebut.
Dia mengungkapkan CORE memproyeksikan pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 4,8%—5% pada 2025.
"Batas bawah pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah kami set berdasarkan asumsi kebijakan pemerintah yang belum mampu mendorong perekonomian secara lebih optimal di tahun ini ditambah kebijakan yang berpotensi justru menambah beban masyarakat di tahun depan," jelas Yusuf.
Lebih lanjut, dia menyarankan agar masyarakat menyesuaikan kembali kebutuhan belanjanya karena adanya penerapan PPN 12%. Menurutnya, kenaikan tarif tersebut akan berdampak signifikan kepada masyarakat secara umum.
Penyesuaian tarif PPN dari 11% menjadi 12% memang akan menyebabkan kenaikan harga barang/jasa secara langsung maupun tidak langsung.
"Saya kira untuk kelompok kelas menengah ataupun mereka yang terkategori sebagai aspiring middle class berpotensi akan melakukan penyesuaian konsumsi untuk merespon perubahan harga yang akan terjadi," kata Yusuf.