Bisnis.com, JAKARTA — Selama 2024, pemerintah mengumumkan sejumlah insentif perpajakan demi menstimulus perekonomian yang cenderung lesu atau sekadar merespons isu berkembang.
Sepanjang tahun ini, kinerja perekonomian memang tidak bisa disebut memuaskan. Terdapat indikasi pelemahan daya beli masyarakat, penurunan jumlah kelas menengah, hingga terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di industri padat karya.
Di tengah berbagai kondisi tak mengenakan tersebut, pemerintah berencana menaikkan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12% pada 1 Januari 2025. Gelombang penolakan pun bermunculan.
Akibatnya, pemerintah memutar otak agar masyarakat hingga pelaku pasar tidak semakin terpuruk. Sejumlah kebijakan diskon perpajakan pun dikeluarkan: mulai dari PPN ditanggung pemerintah (DTP) hingga tax holiday.
1. PPN DTP Properti
Indikasi pelemahanan daya beli masyarakat hingga penurunan jumlah kelas menengah membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan PPN DTP sektor properti.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menunjukkan bahwa pengeluaran terbesar kedua dari kelas menengah berasal dari sektor properti. Tidak hanya itu, sambungnya, aktivitas ekonomi di sektor properti akan berdampak luas ke sektor lain.
"Diharapkan ini [PPN DTP sektor properti] juga mendorong kemampuan daripada kelas menengah, mendorong sektor konstruksi. Kita tahu sektor konstruksi itu dan perumahan itu multiplier-nya [efek bergandanya] tinggi," titip Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Selasa (27/8/2024).
Setidaknya ada tiga periode pemberian insentif PPN DTP sektor properti selama 2024. Pertama, periode 1 Januari—30 Juni 2024: PPN DTP sebesar 100% hingga Rp2 miliar untuk penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun dengan harga jual maksimal Rp5 miliar.
Kedua, periode 1 Juli—31 Agustus 2024: PPN DTP diturunkan menjadi sebesar 50%. Ketiga, periode 1 September—31 Desember 2024: PPN DTP kembali dinaikkan sebesar 100%.
Terbaru, bahkan pemerintah kembali mengumumkan kebijakan PPN DTP sebesar 100% sampai dengan Rp2 miliar untuk pembelian rumah dengan harga maksimal Rp5 miliar akan diperpanjang untuk 2025.
Baca Juga : KALEIDOSKOP 2024: Maju Mundur Penerapan PPN 12% |
---|
2. PPN & PPnBM DTP KBLBB
Untuk menjaga daya beli masyarakat akibat kenaikan PPN menjadi 12% pada tahun depan serta mempercepat transisi energi, pemerintah memberikan insentif PPN DTP dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) DTP untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB).
Insentif tersebut akan berlaku untuk tahun depan. Setidaknya ada empat jenis insentif yang akan diberikan untuk KBLBB.
Pertama, PPnBM DTP sebesar 15% untuk KBLBB CKD (dalam keadaan utuh) dan CBU (dalam keadaan terurai lengkap). Kedua, PPN DTP sebesar 10% untuk KBLBB CKD
Ketiga, bea masuk nol untuk KBLBB CBU. Keempat, PPnBM DTP sebesar 3% kendaraan listrik hybrid.
3. PPh 21 DTP
Besarnya jumlah PHK di sektor padat karya sepanjang tahun ini juga direspons pemerintah dengan memberikan diskon pajak. Pemerintah mengumumkan akan memberi insentif PPh 21 DTP untuk karyawan industri padat karya yang bergaji sampai dengan Rp10 juta pada 2025.
Artinya, gaji karyawan industri padat karya yang termasuk penerimaan manfaat tidak akan terpotong pajak penghasilan.
4. Tax Holiday
Pemerintah juga memperpanjang ketentuan pengurangan hingga pembebasan pajak korporasi atau tax holiday. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 130/2020, insentif pajak itu semestinya berakhir pada 9 Oktober 2024 tetapi kini telah diperpanjang hingga 31 Desember 2025.
Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani menjelaskan bahwa perpanjangan tax holiday tersebut baru saja disetujui oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 69/2024 tentang Perubahan atas PMK 130/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
Tax holiday ditujukan untuk perusahaan di industri pionir yaitu yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.
Namun, dalam perpanjangan kali ini, terdapat sedikit peraturan, di antaranya tax holiday tidak berlaku untuk perusahaan asing atau korporasi multinasional. Pasalnya, pemerintah menerapkan pajak minimum global 15% atau pilar kedua OECD.
5. Tax Amnesty Jilid III
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengampunan Pajak resmi masuk ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Wacana pemberlakuan kembali program pengampunan pajak alias tax amnesty jilid III pun terkuak.
Sebelumnya, kebijakan serupa sudah sempat diberikan pada 2016—2017 (jilid I) dan 2022 (jilid II).
Ketua Komisi XI DPR Misbakhun merasa program pengampunan pajak perlu kembali diperlakukan untuk membiayai berbagai visi misi pemerintah baru Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Dia menyatakan bahwa DPR, terkhusus Komisi XI, akan turut membantu mengawal berbagai visi misi pemerintah Presiden Prabowo Subianto. Jika salah satu cara mencapai visi misi dengan tax amnesty maka Komisi XI akan mendukungnya.
Misbakhun menjelaskan bahwa pemerintah dan DPR akan tetap terus berupaya melakukan pembinaan agar wajib pajak tetap patuh. Di saat yang bersamaan, sambungnya, mereka juga ingin memberi peluang kepada orang yang menghindari pajak agar ke depan bisa memperbaiki diri.
"Jangan sampai orang menghindar terus dari pajak, tapi tidak ada jalan keluar untuk mengampuni, maka amnesty ini salah satu jalan keluar," jelasnya di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2024).
Dengan program tax amnesty, para pengemplang pajak bisa dibebaskan dari kewajiban setoran yang tidak dibayarnya namun dengan membayar sejumlah tarif.