Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom Senior Indef Buka-bukaan Alasan Pertumbuhan Ekonomi RI Bakal Sulit Capai 8%

Pertumbuhan ekonomi RI diproyeksi akan stagnan di level 5% karena sulit keluar dari jebakan deindustrialisasi.
Suasana gedung bertingkat dan perkantoran di Jakarta, Minggu (30/6/2024). / Bisnis-Himawan L Nugraha
Suasana gedung bertingkat dan perkantoran di Jakarta, Minggu (30/6/2024). / Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J. Rachbini memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terus stagnan di level 5% dan sulit menembus cita-cita Presiden Prabowo Subianto di 8%. 

Didik melihat alasannya bahwa selama ini tidak ada strategi kebijakan yang berhasil melepaskan sektor industri dari jebakan deindustrialisasi dini yang tercermin Purchasing Managers’ Index (PMI) melandai ke zona kontraktif atau di bawah 50.  

Terlebih, pertumbuhan sektor industri cenderung rendah selama beberapa tahun terakhir di kisaran 3%—4%. 

“Ini menunjukkan kinerja yang tidak memadai untuk mencapai pertumbuhan di atas 5%, apalagi 7% seperti target Jokowi atau target 8% pada pemerintahan Prabowo Subianto,” tuturnya dalam keterangan resmi, dikutip pada Kamis (26/12/2024). 

Untuk itu, Didik mendorong agar pemerintah melakukan terobosan dengan reindustrialisasi berbagai sumber daya alam (SDA). Di mana mengedepankan resource-based industry, led-export industry, atau outward looking industry. 

Bukan hal baru di Indonesia, karena pada tahun 1980an hingga 1990an pemerintah menjalankan hal tersebut sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu menyentuh 8%.  

Melihat data historis Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu mencatatkan 7% - 8% hingga 10%, hanya di era Suharto atau pada rentang 1968 hingga 1998.  

Lebih lanjut, Didik mengamini bahwa permintaan global memang mengalami perlambatan sehingga menerobos pasar internasional tidak lagi mudah.  

“Karena itu, pasar-pasar baru di luar Eropa, Cina, US perlu dijadikan sasaran perdagangan luar negeri. Para duta besar diberi target untuk meningkatkan ekspor dan menjadikan neraca dagang bilateral menjadi positif,” lanjutnya.  

Bukan hanya soal industri, kondisi fiskal Indonesia yang terus mencatatkan kenaikan posisi utang pemerintah juga menjasi musabab.  

Didik memandang, kewajiban pemerintah setiap tahunnya yang harus membayar utang jatuh tempo dan bunga utang menggerus porsi belanja negara.  

Sementara kebutuhan untuk mendanai program presiden terpilih, pemerintah harus kembali menarik utang baru.  

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengenang pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 7% hingga 8% hanya terjadi di era kepemimpinan Suharto. Sementara saat ini, RI tengah berjuang keluar dari jebakan kelas menengah alias middle income trap menuju negara berpendapatan tinggi atau high income country.   

Di mana untuk keluar dari jebakan yang ditargetkan pada 2045, Sri Mulyani menekankan butuh pertumbuhan ekonomi di angka 7%-8% setiap tahunnya. Sebagaimana target presiden terpilih Prabowo Subianto yang juga berkeinginan agar ekonomi tumbuh 8%.  

Sementara untuk tahun ini saja, pertumbuhan ekonomi diprediksi tak lebih dari 5,1% year on year (YoY).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper