Bisnis.com, JAKARTA - Filipina dan Korea Selatan sepakat untuk melakukan studi kelayakan mengenai potensi rehabilitasi pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang sudah tidak berfungsi lagi di negara Asia Tenggara tersebut.
Mengutip Bloomberg pada Senin (7/10/2024), Departemen Energi Filipina dan perusahaan Korea Selatan, Korea Hydro & Nuclear Power Co. Ltd. menandatangani nota kesepahaman mengenai studi PLTN tersebut, yang terletak di Bataan, sebelah utara ibu kota Filipina, Manila.
Penandatanganan nota kesepahaman tersebut dilakukan saat Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol berkunjung ke Manila.
Perjanjian tersebut menunjukkan rencana Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. untuk menjajaki kebangkitan fasilitas kontroversial yang dibangun pada masa pemerintahan mendiang ayahnya. Fasilitas tersebut tercatat sudah tidak digunakan selama sekitar empat dekade.
Langkah Filipina untuk mempertimbangkan kembali pembangkit listrik tenaga nuklir juga menggarisbawahi meningkatnya minat global terhadap sumber energi yang stabil dan tersedia sepanjang waktu.
Hal tersebut seiring dengan upaya negara-negara untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat pesat sekaligus mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil untuk mengurangi emisi.
Baca Juga
Studi kelayakan pembangkit listrik tenaga nuklir akan dimulai pada bulan Januari, kata Departemen Energi Filipina dalam pernyataan terpisah. Studi ini akan menilai kondisi fasilitas sebelum mengevaluasi apakah fasilitas tersebut dapat direnovasi.
Korea Hydro and Nuclear Power, yang merupakan bagian dari kelompok yang sebelumnya mempelajari pembangkit listrik tersebut, dapat merekomendasikan alternatif termasuk pembangunan pembangkit listrik konvensional atau pengembangan reaktor modular kecil jika rehabilitasi tidak disarankan, menurut badan tersebut.
Filipina bertujuan untuk mengintegrasikan tenaga nuklir ke dalam bauran energinya seiring dengan upayanya untuk mendiversifikasi sumber energinya dan meningkatkan keamanan energi. Filipina menargetkan pembangkit listrik tenaga nuklir pertamanya dapat beroperasi pada tahun 2032, dengan kapasitas awal sebesar 1.200 megawatt.
Kedua negara juga menandatangani perjanjian kerja sama maritim dan pariwisata. Marcos, dalam pidatonya setelah upacara penandatanganan, mengatakan dia setuju untuk memperkuat kerja sama strategis dengan Korea Selatan, seiring dengan upayanya menghadapi ketegangan yang berkepanjangan dengan China di Laut Cina Selatan.