Pertumbuhan Ekspor Tertahan Harga Batu Bara
Lebih lanjut Asmo menyebutkan pertumbuhan ekspor tahunan yang masih positif didukung oleh kenaikan harga crude palm oil/CPO sebesar 5,6% YoY atau 1,2% MtM di bulan Agustus.
Sementara batu bara masih mengalami kontraksi sebesar 6,3% YoY, tetapi tumbuh positif sebesar 4,4% MtM.
“Harga bijih besi, nikel, dan baja juga masih mencatat kontraksi tahunan, sementara secara bulanan, masing-masing tumbuh -6,8%, 1,2%, dan 1,4% secara bulanan,” lanjutnya.
Di sisi lain, impor diperkirakan akan tumbuh 6,35% YoY atau -7,63% MtM, sejalan dengan moderasi harga minyak global yang didorong oleh sentimen negatif, terutama terkait kekhawatiran atas melemahnya permintaan minyak dari China. Muncul juga perkiraan harga yang lebih rendah dari OPEC dan EIA.
Sementara apresiasi rupiah sebesar 3,10% secara bulanan juga diperkirakan akan berkontribusi pada pertumbuhan impor yang lebih rendah pada bulan Agustus.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede melanjutkan kinerja impor Indonesia diperkirakan mengalami kontraksi sebesar -5,07% MtM meski secara tahunan diperkirakan akan meningkat 9,30%.
“Kontraksi bulanan terutama disebabkan oleh kinerja yang lebih lemah di sektor manufaktur. Sementara itu, moderasi pertumbuhan tahunan sejalan dengan tren pelemahan aktivitas ekonomi global,” katanya.
Ekspor yang masih kuat dengan perkiraan akan tumbuh sebesar 4,20% YoY, melambat dari 6,46% YoY pada bulan Juli 2024, mencerminkan normalisasi harga komoditas yang sedang berlangsung dan pelemahan pertumbuhan ekonomi global.
Sejalan dengan Pelemahan PMI Manufaktur
Dari 21 ekonom tersebut, seluruhnya kompak meramalkan terjadi surplus. Tak ada satupun yang memprediksi adanya defisit, padahal sedang terjadi penurunan kinerja Purchase Manager Index (PMI) manufaktur.
Menurut laporan terbaru S&P Global pada awal September, indeks yang menggambarkan aktivitas manufaktur nasional bulan ini sebesar 48,9 atau turun dari bulan sebelumnya yang berada pada level 49,3.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal menyatakan pelemahan kinerja manufaktur tersebut mendorong lemahnya impor yang ditandai dengan melambatnya persentase pertumbuhan bahan baku impor dan bahan penolong.
“Bahkan impor untuk bahan baku, bahan penolong industri pun relatif melambat dengan terkontraksi industri manufaktur kita yang tercermin PMI Manufaktur yang terkontraksi atau di bawah 50,” ujarnya, Senin (16/9/2024).
Adapun, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan realisasi ekspor, impor, dan neraca dagang Indonesia pada hari nii, Selasa (17/9/2024), pukul 11.00 WIB.