Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan kerja sama Indonesia-Afrika yang pemerintah lakukan tidak pernah padam dan sejalan dengan semangat Konferensi Asia-Afrika pertama di Bandung yang diselenggarakan 69 tahun lalu.
Dalam konferensi pers di sela-sela Indonesia-Africa Forum (IAF) Ke-2 dan High-Level Forum on Multi-Stakeholder Partnerships (HLF-MSP), Senin (2/9/2024), Menlu Retno mengatakan bahwa Afrika adalah kontinen masa depan dan menyimpan potensi yang besar.
”Karena Afrika dari segi demografi, baik dari sisi jumlahnya maupun dari sisi demografi anak mudanya mereka cukup besar dan mereka juga diberkahi oleh sumber daya alam yang banyak sekali,” jelas Retno.
Oleh karena itu, Retno memastikan bahwa pendekatan kerja sama Indonesia-Afrika akan terjalin secara berkelanjutan di tengah tantangan pengaruh global yang semakin meningkat.
Dia melanjutkan bahwa semangat KTT Asia-Afrika tersebut saat ini masih relevan dan semakin bertambah relevan dengan
”Kenapa kita mengadakan IAF yang basis atau fondasinya adalah spirit Bandung? Karena solidaritas kemitraan sejajar antara negara selatan dengan selatan itu diutamakan dalam spirit Bandung,” jelasnya.
Baca Juga
Selain itu, diselenggarakannya IAF 2024 beriringan dengan High-Level Forum on Multi-Stakeholder Partnerships diharapkan kerja sama Indonesia-Afrika akan lebih memiliki pendekatan yang inklusif.
”Jadi selain inklusif kita coba membangun basis kerja sama Selatan-Selatan yang kuat dan inilah yang salah satunya akan menjamin sustainability dari kerja sama tersebut,” ujarnya.
Retno mengatakan saat ini kerja sama dengan Indonesia-Afrika tidak hanya bersifat murni ekonomi. Hal ini karena ada elemen kerja sama yang sifatnya pembangunan, atau development cooperation.
Kerja sama pembangunan ini berwujud antara lain program capacity building, technical assistance, dan sebagainya yang intinya untuk bersifat pemberdayaan masyarakat.
Misalnya capacity building yang selama ini banyak diminta adalah capacity building di bidang kelapa sawit. Beberapa negara sudah menunjukkan keinginannya untuk bergabung dengan asosiasi negara-negara produsen sawit. Selain itu, program capacity building lainnya yang diminati adalah di bidang kesehatan.
“Jadi kita tidak hanya melakukan kerja sama ekonomi tetapi dalam waktu yang sama kita juga memberdayakan mereka, sekali lagi karena spiritnya adalah Selatan-Selatan, kita bersaudara, kita pertebal surat solidaritas kita, dan Selatan-Selatan menjadi juga semakin relevan di tengah situasi dunia saat ini,” jelas Retno.
Selain itu, Retno selain kerja sama bilateral, negara Indonesia-Afrika perlu memperkuat dampak kerja sama dan menjamin keberlanjutan melalui kerja sama triangular.
Adapun kerja sama triangular ini dapat diartikan sebagai kerja sama antara donor tradisional dengan penyedia kerja sama selatan-selatan (KSS) untuk melaksanakan proyek ataupun kegiatan kerja sama pembangunan di negara penerima bantuan.
“Saya baru saja bicara atau bertemu dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi, kita sudah mulai bicara bagaimana kita meningkatkan impact dari kerja sama kita dengan Afrika antara lain dengan kerja sama triangular,” pungkasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Ekonomi Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan bahwa salah satu alasan gelaran High-Level Forum on Multi-Stakeholder Partnerships (HLF MSP) adalah karena adanya kesadaran bahwa tantangan global akan semakin kompleks.
”Tanpa bekerja sama maka akan sulit untuk menghadapi tantangan yang begitu besar, baik saat ini maupun ke depan antara lain misalnya tantangan pembangunan seperti kemiskinan, perlambatan pertumbuhan ekonomi, dan juga climate change,” jelas Amalia.
Oleh sebab itu, Amalia menjelaskan HLF MSP mengedepankan topik topik yang sangat relevan untuk menghadapi tantangan global, baik antara indonesia dengan negara-negara Global South.
Topik ini antara lain mengenai upaya meningkatkan konektivitas antara negara selatan- selatan, peningkatan perlunya creative financing untuk pembangunan, dan bagaimana indonesia bekerja sama dengan negara negara selatan selatan ini untuk mempercepat implementasi transisi energi untuk memitigasi risiko perubahan iklim.
”Melalui penyelenggaraan HLF MSP ini seperti yang tadi juga ditegaskan oleh Ibu Menlu bahwa peran berbagai aktor pembangunan itu diharapkan bisa memberikan solusi konkret dan solusi inovatif untuk mengatasi berbagai tantangan pembangunan yang akan dihadapi oleh negara selatan selatan,” pungkasnya.