Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OPINI : Optimalisasi Potensi Investasi Emas

Bretton Woods Agreement merupakan perjanjian ini tidak lain untuk stabilisasi nilai tukar, mencegah devaluasi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Rabu, 7 Agustus 2024 | 10:01
Ilustrasi mata uang berbagai negara di dunia, antara lain dolar AS, rupiah, yen, dan yuan. Dok Freepik
Ilustrasi mata uang berbagai negara di dunia, antara lain dolar AS, rupiah, yen, dan yuan. Dok Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Bulan Juli me­­­­rupakan ulang tahun Bretton Woods Agreement diperingati. Ta­­­hun 2024 ini bertepatan de­­­ngan 80 tahun peringatan perjanjian tersebut sejak digagas pada 1944. Tujuan dari perjanjian ini tidak lain untuk stabilisasi nilai tukar, mencegah devaluasi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, untuk pertama kalinya dolar Amerika Serikat (AS) dipatok berdasarkan nilai emas berdasarkan perjanjian tersebut. Sehingga, baik mata uang AS dan negara lain mengikuti penentuan standardisasi valutanya berdasarkan emas.

Namun, pada 1973, standar emas pada dolar AS dievaluasi oleh Presiden Nixon dan Bretton Woods System sudah tidak efektif. Sebab, kala itu cadangan emas tidak mencukupi untuk menopang nilai dolar AS. Maka, praktis sejak saat itu seluruh mata uang menjadi uang fiat dan tidak bergantung pada nilai emas.

Pascaberakhirnya sistem tersebut, tercatat terjadi beberapa krisis mata uang dan moneter, misalnya krisis finansial Asia pada 1997, krisis keuangan global 2008—2009, dan krisis Zona Eropa pada 2010—2012. Hingga kini, bayang-bayang krisis masih menghantui sebagian besar masyarakat dunia, dan menimbulkan kecemasan atas kondisi perekonomian dan nilai aset yang dimiliki.

Sebaliknya, emas yang pada awalnya menjadi patokan mata uang seluruh dunia dan berhenti sejak pembatalan Bretton Woods, justru nilainya terus menguat. Harga emas Antam pada 18 Juli 2024 menembus rekor all time high-nya sebesar Rp1.427.000 per gram. Rata-rata peningkatan harga emas sejak 1997 tercatat sebesar 7,3% YoY.

Ketidakpastian akan kapan berakhirnya konflik geopolitik hingga tren tingkat suku bunga high for longer di mayoritas negara meningkatkan permintaan masyarakat terhadap instrumen yang dianggap paling relevan sebagai lindung nilai atas aset yang dimiliki, mendorong tingginya kenaikan harga emas.

Publikasi IMF yang berjudul “Geopolitics and Its Impact on Global Trade and the Dollar” menyebutkan bahwa sejak fragmentasi ekonomi meningkat pada 2019, mayoritas negara yang tergabung dalam “China Bloc” mengurangi ketergantungannya pada dolar AS, baik untuk transaksi maupun untuk cadangan devisanya.

Porsi emas dalam cadangan devisa negara yang tergabung di dalamnya cenderung meningkat, mengingat emas dipandang sebagai aset yang lebih netral secara politik. Kondisi tersebut mendorong tingginya kenaikan harga emas sejak 2019, menjadi sekitar 10,2%, jauh di atas rata-rata inflasi sebesar 2,2% YoY. Sehingga, emas sebagai komoditas safe haven makin menjadi incaran dan permintaannya (demand) kian meningkat.

Dari sisi penawarannya (supply), Indonesia berpotensi besar untuk memenuhi peningkatan permintaan emas. Kementerian ESDM menyebutkan bahwa total cadangan emas Indonesia cenderung meningkat, mencapai 3.871 juta ton bijih emas dan 3.324 ton logam emas pada 2022. Namun, cadangan emas yang besar tersebut belum dioptimalkan produksinya.

World Gold Council menyebutkan bahwa Indonesia pada 2023 masih menjadi produsen emas terbesar ke-7 di dunia. Produksi emas baik di sektor hulu, antara, dan hilir perlu terus dioptimalkan sejalan dengan peluang permintaan yang besar.

Berdasarkan riset yang dilakukan BSI Institute (2023) terhadap 4.700 responden di Indonesia, emas masih menjadi pilihan utama investasi di semua kelompok usia. Jalur investasi yang dilakukan pada umumnya melalui pembelian dan penyimpanan emas secara konvensional, baik di tempat tinggal atau safe deposit box (SDB) di lembaga jasa keuangan.

Padahal, penyimpanan dan investasi emas secara fisik dan mandiri khususnya di tempat tinggal, rawan terhadap berbagai risiko seperti kehilangan, pencurian, atau kerusakan akibat bencana alam. Sementara, pilihan penyimpanan melalui SDB cukup mahal bagi sebagian kalangan dan emas yang disimpan menjadi idle dan tidak dapat dioptimalkan nilai manfaatnya.

Karenanya, konsep bullion services diperkenalkan pada UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Tujuan kegiatan usaha bullion adalah optimalisasi pengembangan ekosistem emas, perluasan pemanfaatan emas, serta mendorong pendalaman pasar keuangan.

Kegiatan usaha bullion lebih luas dari penitipan emas layaknya jasa existing di lembaga keuangan. Perdagangan emas fisik dan non-fisik, pengelolaan simpanan emas, penyaluran pembiayaan berbasis emas, dan akun investasi berbasis emas (Gold Investment Account - GIA) merupakan beberapa produk potensial yang dapat menjadi bagian dari pengembangan bullion.

Selain bullion services, UU P2SK juga membuka peluang bagi bank syariah untuk menghimpun dana dalam bentuk investasi. Sebagai tindak lanjut terhadap potensi pengembangan dalam UU tersebut, regulator seperti BI, OJK, LPS telah melakukan serangkaian diskusi dan penelitian secara intens bersama pelaku industri untuk mengimplementasikan Investment Account (IA).

Dari serangkaian diskusi yang telah dilakukan, IA berpotensi untuk diterapkan di bank syariah di Indonesia pada beberapa sektor usaha. Produk IA sendiri secara global telah dipraktikkan di Uni Emirat Arab, Arab Saudi, hingga Malaysia. Menariknya, salah satu pengembangan dari IA sendiri di negara-negara tersebut berupa GIA.

Produk GIA yang telah diterapkan membuka peluang bagi nasabah bank syariah sebagai investor pada instrumen emas dan dapat dilakukan secara offline dan online. Investor GIA dapat menentukan rencana investasi secara berkala untuk membeli emas secara otomatis setiap bulannya. Melalui mekanisme ini, investor yang memiliki preferensi risiko rendah atau investor pemula dapat melakukan dua hal sekaligus, belajar sebagai investor dan melindungi nilai kekayaan melalui emas.

Dari konsep tersebut, terdapat penggabungan antara bullion services dan IA yang difasilitasi oleh perbankan syariah. Kemudian, jika dilihat pada konteks Indonesia, UU P2SK telah mengakomodir secara garis besar kemungkinan implementasi dari GIA.

Apabila produk ini diterapkan di Indonesia, tidak hanya masyarakat memiliki alternatif investasi emas yang lebih aman melalui lembaga jasa keuangan, tetapi juga meningkatkan nilai tambah emas sejalan dengan usaha pendalaman pasar keuangan domestik. Sehingga, investasi pada emas dapat lebih inklusif dan masyarakat secara luas dapat memanfaatkannya sebagai instrumen lindung nilai terhadap aset di masa depan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper