Bisnis.com, JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih menunggu keputusan pemerintahan petahana maupun pemerintah presiden terpilih Prabowo Subianto, terkait rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% pada 2025.
Pasalnya, menjelang pembacaan Nota Keuangan dan RAPBN 2025 yang kurang dari satu bulan lagi, masih belum ada hilal terkait naik atau tidaknya tarif tersebut.
“Kami semua menunggu konsep pemerintahan baru [termasuk PPN 12%],” ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolfie Othniel Frederic Palit kepada Bisnis, Rabu (24/7/2024).
Mengingat janji kampanye Prabowo – Gibran, yang sangat optimisitis untuk mengerek rasio pajak terhadap produk domestik bruto atau tax-to-GDP ratio (tax ratio) hingga angka 23%. Padahal, tax ratio Indonesia per 2023 baru mencapai 10,2%.
Untuk tahun depan, Kementerian Keuangan telah mematok rasio pajak tersebut di rentang 10,09% hingga 10,29% dari PDB.
“Untuk mencapai tax ratio 23%, kami menunggu pemerintahan baru jelaskan bagaimana caranya,” lanjut Dolfie.
Baca Juga
Apakah dengan cara menaikkan tarif PPN, atau melalui sumber-sumber penerimaan lain selain pajak.
Pemerintah pun memiliki kewenangan untuk menaik-turunkan tarif pajak sebagaimana amanat Undang-Undang No. 7//2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), dengan persetujuan DPR.
Dalam belied yang diteken Sri Mulyani itu, pemerintah telah menetapkan bahwa tarif PPN ini dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15%.
Sementara tertulis pada ayat (1) Pasal 7 Bab IV beleid tersebut, bahwa tarif PPN sebesar 12% mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.
Dosen Ilmu Hukum Pajak Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Adrianto Dwi Nugroho menyampaikan kenaikan pajak sebesar 1% untuk PPN tersebut bukan menjadi satu-satunya sumber penerimaan negara.
Pemerintah memiliki bea, cukai, PPh Pasal 21, PPh Badan, hingga PPh Pasal 22 Impor serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Meski banyak seruan untuk melakukan penundaan kenaikan tarif PPN karena dikhawatirkan akan membebankan masyarakat menengah, Adrianto melihat artinya pemerintah perlu menyiapkan peraturan baru.
“Ketentuannya paling lambat 1 Januari 2025 sudah harus naik. Artinya Pengusaha Kena Pajak sudah harus menerapkan pada masa pajak Januari 2025. Jika mau menunda, berarti harus terbit Perppu penundaan kenaikan tarif tersebut,” tuturnya, Rabu (24/7/2024).