Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Banjir Impor Plastik, Industri Petrokimia Mulai Setop Mesin Pabrik

Industri petrokimia disebut mulai setop mesin pabrik seiring dengan banjir impor bahan baku plastik ke Indonesia.
Ilustrasi industri plastik/JIBI
Ilustrasi industri plastik/JIBI

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) mengungkap pabrikan petrokimia yang menjadi bahan baku industri mulai melakukan penghentian sejumlah mesin dengan alasan maintenance atau pemeliharaan.

Wakil Ketua Umum Inaplas, Budi Susanto Sadiman mengatakan faktanya ada banyak perusahaan hulu plastik mulai terdampak dari permintaan industri hilir yang melemah lantaran diserbu barang impor murah.

"Alasannya memang shutdown, tapi sebetulnya adalah permasalahan bahwa terjadi permintaan yang rendah. Ada beberapa perusahaan yang mematikan jadi dia melakukan shutdown maintenance," kata Budi saat ditemui di Kantor Inaplas, Jumat (19/7/2024).

Untuk diketahui, Indonesia saat ini baru memiliki 3 perusahaan hulu dengan kapasitas mencapai 3,5 juta ton per tahun. Bahan baku yang dihasilkan untuk industri plastik dan turunnanya itu tak terserap ke industri hilir maupun intermediate atau perantara.

Alhasil, kondisi industri petrokimia terus terpuruk karena banjirnya barang-barang impor dari Thailand, Malaysia, Vietnam, China dan Timur Tengah.

Hal ini disebabkan industri bahan baku plastik terutama untuk produk polyethylene (PE) seperti HDPE dan LLDPE dan polypropylene (PP) seperti PP Homopolymer dan Copolymer yang telah mencapai over capacity yaitu di negara Thailand, Malaysia, serta Vietnam dan mulai agresif mengincar pasar Indonesia.

"Korea Selatan dan Middle-east yang sudah over supply. Awalnya negara-negara tersebut ekspor ke China. Namun, saat ini negara-negara tersebut mengalihkan ekspornya ke Indonesia, mengingat China telah mencapai self sufficient," tuturnya.

Sejak tahun 2020, tren serbuan bahan baku plastik PE dan PP masuk ke Indonesia mengalami peningkatan dengan total kenaikan mencapai 29%.

Kondisi tersebut menyebabkan industri bahan baku plastik seperti PE dan PP dalam negeri sulit bertahan dan saat ini berjalan hanya 50 - 60% dari kapasitasnya. Kondisi perusahan pun semakin lemah karena menanggung kerugian yang signifikan.

"Industri ini sama menderitanya dengan tekstil, bahkan lebih dulu terjadi," imbuhnya.

Tanpa adanya proteksi, Budi mengkhawatirkan industri bahan baku plastik tutup dan berdampak pada sektor ketenagakerjaan sebesar 3 juta tenaga kerja yang akan kehilangan lapangan kerja dan sumbangsih sektor petrokimia terhadap PDB nasional yang mencapai Rp41 triliun per tahun dipastikan melayang.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper