Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Chandra Asri (TPIA) Curhat Industri Petrokimia Lesu Gegara Banjir Impor

Banjir impor bahan baku petrokimia dan produk hilir menghantam produktivitas industri Tanah Air.
Pekerja beraktivitas pada proyek pengaspalan berbahan campuran plastik yang diproduksi PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. di kawasan BSD City, Tangerang, Banten, Kamis (21/7/2022). Bisnis/Arief Hermawan P
Pekerja beraktivitas pada proyek pengaspalan berbahan campuran plastik yang diproduksi PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. di kawasan BSD City, Tangerang, Banten, Kamis (21/7/2022). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA- PT Chandra Asri Pacific Tbk. (TPIA) membeberkan kondisi industri petrokimia yang disebut tengah terjepit tekanan banjirnya produk impor bahan baku plastik dan barang jadi asal China.

Direktur Legal, External Affairs & Circular Economy Chandra Asri, Edi Rivai tak memungkiri kondisi produktivitas pabrik petrokimia yang terhambat lantaran kalah saing dengan produk impor yang lebih murah.

"Saat ini, secara secara umum, utilitas industri petrokimia sedang menurun seiring banjir impor bahan baku plastik dan barang jadi plastik murah," kata Edi kepada Bisnis, Selasa (9/7/2024).

Chandra Asri dmemiliki kapasitas produksi sebesar 4,2 juta ton. Selain banjir impor, utilitas mesin produksi terpengaruh proses Turn Around Maintanance selama 45 hari.

Meski begitu, Edi menyebut Chandra Asri tengah berupaya untuk memenuhi kebutuhan produk petrokimia dalam negeri. Dia pun meyakini potensi pasar dalam negeri yang masih dapat melaju.

"Peluang pasar petrokimia di dalam negeri saat ini masih dipengaruhi oleh pasar domestik dimana permintaan dalam negeri terus tumbuh seiring dengan pertumbuhan GDP," ujarnya.

Adapun, kebutuhan produk yang paling banyak dibutuhkan oleh pasar yaitu produk-produk polymer untuk dibutuhkan oleh masyarakat sehari-hari, seperti barang konsumsi, industri, infrastruktur, dan otomotif.

"Dalam menggenjot target hingga akhir tahun, Chandra Asri Group terus memastikan ketersediaan produk guna memenuhi permintaan pasar serta mempertahankan kualitas dan daya saing," terangnya.

Sebelumnya, Sekjen Asosiasi Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono menerangkan kondisi supply bahan baku dan barang jadi plastik yang saat ini didominasi oleh produk impor China.

"China sangat agresif dalam membangun fasilitas produksi petrokimia sebagai bahan baku plastik selama pandemi Covid-19. Namun, permintaan dari pasar domestik tidak cukup tinggi untuk menyerap produksi tersebut, sehingga kelebihan pasokan tidak dapat dihindari," ujarnya.

Terlebih, produk impor tersebut semakin sulit dibendung setelah pemerintah merelaksasi kebijakan importasi melalui pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8/2024.

"Para produsen plastik lokal pun kesulitan bersaing dengan produk impor dari China. Akibatnya, tingkat utilisasi produsen lokal terus menyusut hingga mencapai 50% saat ini,” tuturnya.

Dalam hal ini, Inaplas telah mengajukan beberapa instrumen perlindungan industri dalam negeri dari ancaman impor kepada pemerintah, antara lain Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindak Pengamanan (BMTP) untuk bahan baku plastik seperti Polypropylene (PP) dan Linear Low Density Polyethylene (LLDPE).

"Kebijakan instrumen pengamanan seperti BMAD dan BMTP memang tidak mudah diterapkan karena membutuhkan data dan kajian mendalam yang memakan waktu lama," jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper