Bisnis.com, JAKARTA- PT Chandra Asri Pacific Tbk. (TPIA) membeberkan kondisi industri petrokimia yang disebut tengah terjepit tekanan banjirnya produk impor bahan baku plastik dan barang jadi asal China.
Direktur Legal, External Affairs & Circular Economy Chandra Asri, Edi Rivai tak memungkiri kondisi produktivitas pabrik petrokimia yang terhambat lantaran kalah saing dengan produk impor yang lebih murah.
"Saat ini, secara secara umum, utilitas industri petrokimia sedang menurun seiring banjir impor bahan baku plastik dan barang jadi plastik murah," kata Edi kepada Bisnis, Selasa (9/7/2024).
Chandra Asri dmemiliki kapasitas produksi sebesar 4,2 juta ton. Selain banjir impor, utilitas mesin produksi terpengaruh proses Turn Around Maintanance selama 45 hari.
Meski begitu, Edi menyebut Chandra Asri tengah berupaya untuk memenuhi kebutuhan produk petrokimia dalam negeri. Dia pun meyakini potensi pasar dalam negeri yang masih dapat melaju.
Baca Juga : Permendag No. 8/2024 Hantam Industri Petrokimia dan Tekstil, Chandra Asri dkk. Ragu Investasi |
---|
"Peluang pasar petrokimia di dalam negeri saat ini masih dipengaruhi oleh pasar domestik dimana permintaan dalam negeri terus tumbuh seiring dengan pertumbuhan GDP," ujarnya.
Adapun, kebutuhan produk yang paling banyak dibutuhkan oleh pasar yaitu produk-produk polymer untuk dibutuhkan oleh masyarakat sehari-hari, seperti barang konsumsi, industri, infrastruktur, dan otomotif.
"Dalam menggenjot target hingga akhir tahun, Chandra Asri Group terus memastikan ketersediaan produk guna memenuhi permintaan pasar serta mempertahankan kualitas dan daya saing," terangnya.
Sebelumnya, Sekjen Asosiasi Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono menerangkan kondisi supply bahan baku dan barang jadi plastik yang saat ini didominasi oleh produk impor China.
Baca Juga : Permendag No. 8/2024 Hantam Industri Petrokimia dan Tekstil, Chandra Asri dkk. Ragu Investasi |
---|
"China sangat agresif dalam membangun fasilitas produksi petrokimia sebagai bahan baku plastik selama pandemi Covid-19. Namun, permintaan dari pasar domestik tidak cukup tinggi untuk menyerap produksi tersebut, sehingga kelebihan pasokan tidak dapat dihindari," ujarnya.
Terlebih, produk impor tersebut semakin sulit dibendung setelah pemerintah merelaksasi kebijakan importasi melalui pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8/2024.
"Para produsen plastik lokal pun kesulitan bersaing dengan produk impor dari China. Akibatnya, tingkat utilisasi produsen lokal terus menyusut hingga mencapai 50% saat ini,” tuturnya.
Dalam hal ini, Inaplas telah mengajukan beberapa instrumen perlindungan industri dalam negeri dari ancaman impor kepada pemerintah, antara lain Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindak Pengamanan (BMTP) untuk bahan baku plastik seperti Polypropylene (PP) dan Linear Low Density Polyethylene (LLDPE).
"Kebijakan instrumen pengamanan seperti BMAD dan BMTP memang tidak mudah diterapkan karena membutuhkan data dan kajian mendalam yang memakan waktu lama," jelasnya.