Bisnis.com, JAKARTA – Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menyetujui defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) 2024 yang dinaikkan menjadi sebesar Rp609,7 triliun atau setara dengan 2,7% dari produk domestik bruto (PDB).
Untuk diketahui, defisit APBN tahun ini sebelumnya ditargetkan mencapai Rp522,8 triliun atau setara dengan 2,29%.
"Apakah laporan realisasi dan prognosis APBN 2024 dapat disetujui dan menjadi kesimpulan raker [rapat kerja] Banggar dengan pemerintah dan Bank Indonesia?” kata Wakil Ketua Banggar Cucun Ahmad Syamsurijal dalam raker, Selasa (9/7/2024).
Pada kesempatan tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa keuangan negara atau APBN sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global yang masih lemah, masih berlanjutnya tensi geopolitik, dan tren suku bunga global yang tinggi seiring dengan kebijakan higher for longer.
Namun demikian, Sri Mulyani mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga saat ini masih terjaga baik, sejalan dengan laju inflasi yang terjaga rendah.
Di sisi lain, nilai tukar rupiah mengalami deviasi pada level Rp15.901 per dolar Amerika Serikat (AS) secara rata-rata pada semester pertama 2024.
Baca Juga
Tingkat imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun juga mengalami tekanan, yang tercatat pada level 6,85% secara rata-rata pada semester pertama 2024 akibat kebijakan suku bunga higher for longer di tingkat global.
Banggar DPR RI menyetujui sejumlah tambahan belanja pemerintah untuk semester kedua 2024, salah satunya alokasi anggaran Rp11 triliun untuk bantuan beras untuk periode 3 bulan, Agustus, Oktober, dan Desember.
Penambahan alokasi anggaran untuk subsidi pupuk juga disetujui sebesar Rp24 triliun, serta realisasi pinjaman luar negeri yang meningkat.
Lebih lanjut, Banggar DPR RI juga menyetujui penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp100 triliun untuk menutup defisit anggaran akibat penambahan berbagai belanja tersebut.
“Untuk itu, akan digunakan SAL tahun sebelumnya Rp100 triliun dan tambahan defisit yang berasal dari pinjaman luar negeri tentu tidak membutuhkan pembiayaan dalam bentuk SBN, sehingga penerbitan SBN justru bisa ditekan menurun,” kata Sri Mulyani.
Di sisi lain, Banggar DPR memberikan catatan kepada Kementerian Keuangan untuk melakukan relaksasi kebijakan automatic adjustment atau blokir anggaran kementerian dan lembaga (K/L) pada semester kedua tahun ini.
Dalam hal ini, Sri Mulyani menyampaikan bahwa relaksasi kebijakan tersebut akan dilakukan, tapi tetap secara selektif dan mempertimbangkan kondisi keuangan negara hingga akhir tahun.
“Relaksasi tetap dilakukan secara selektif dan tentu melihat kondisi keuangan negara, dan saya rasa ini sesuai dengan apa yang selama ini memang menjadi pegangan bagi kami bendahara negara mengelola keuangan negara,” katanya.