Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) atau optimisme konsumen, berdasarkan hasil Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) tercatat sebesar 125,2 pada Mei 2024. Angka tersebut turun jika dibandingkan dengan periode April 2024 yang sebesar 127,7.
Meski masih tetap berada pada zona optimistis (>100), penurunan IKK terjadi baik pada Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) maupun Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) masing-masing menjadi sebesar 115,4 dan 135,0 pada Mei 2024, dari masing-masing 119,4 dan 136,0 pada April 2024 (month-to-month/mtm).
Jika dirincikan, pada IKE, penurunan terdalam tercatat pada Indeks Penghasilan Saat Ini dan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja, yang masing-masingnya turun menjadi sebesar 119,9 dan 113,6, dari bulan sebelumnya sebesar 124,2 dan 117,6.
Sementara itu, pada IEK, penurunan terdalam terjadi pada Indeks Ekspektasi Penghasilan dan Indeks Ekspektasi Kegiatan Usaha, masing-masing menjadi sebesar 139,0 dan 131,6.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan IKK yang turun pada Mei 2024 seiring dengan momentum Ramadan dan IdulFitri yang telah berakhir.
Artinya, kata dia, masyarakat pada bulan lalu memiliki ekspektasi dan keyakinan yang lebih tinggi terhadap kondisi perekonomian dan kondisi mereka sendiri.
Baca Juga
Hal itu terjadi lantaran aktivitas perekonomian pada periode April 2024 yang lebih bergeliat dan beberapa perusahaan juga sudah mencairkan tunjangan hari raya (THR).
Sementara pada Mei 2024, momentum tersebut relatif berkurang karena penghasilan yang didapatkan pada April telah dibelanjakan. Selain itu, masyarakat pada Mei 2024 pun mulai mengalihkan konsumsi yang dilakukan pada April dengan membayar cicilan.
“Ini yang kemudian juga terlihat dari rasio atau indikator konsumsi dan cicilan pinjaman. Di hampir semua tingkat pendapatan, terkecuali di atas Rp5 juta dan Rp1 juta hingga Rp2 juta, rasio konsumsi mengalami penurunan dan pada saat yang bersamaan rasio cicilan pinjaman justru mengalami peningkatan dibandingkan dengan bulan sebelumnya,” katanya kepada Bisnis, Senin (10/6/2024).
Sementara untuk dunia usaha, Yusuf mengatakan bahwa akan relatif sulit mengharapkan adanya dorongan konsumsi yang relatif besar, terutama di sisa tahun ini.
“Harapan yang kemudian bisa dilakukan ada pada akhir tahun nanti ketika ada momentum Natal dan libur tahun baru. Di luar itu, saya kira belum akan ada dorongan untuk meningkatkan konsumsi dan hal ini yang kemudian akan menentukan seberapa besar pelaku usaha akan melakukan ekspansi usaha,” jelasnya.
Dia memperkirakan, pada periode Mei hingga Oktober 2024, ekspansi usaha tidak akan relatif besar apalagi dibandingkan dengan awal tahun atau pada kuartal kedua 2024.
Selain itu, pemerintah menurutnya juga relatif tidak fleksibel, terutama dalam menyusun insentif kebijakan karena ada proses transisi pemerintahan sehingga kebijakan yang lebih utuh untuk pemberian insentif akan dilakukan setelah periode Oktober, setelah pemerintahan baru menjalankan mandat kepemimpinan.