Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk. atau Antam (ANTM) Nico Kanter buka suara terkait kasus dugaan pemalsuan emas 109 ton yang tengah ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Nico membantah bahwa emas yang diperkarakan tersebut merupakan emas palsu. Dia menyampaikan, seluruh emas yang diproses oleh Antam harus melalui proses tersertifikasi dan pengauditan yang sangat ketat.
“Jadi emas yang diproses di Antam tidak ada emas palsu dan sudah diklarifikasi oleh Kapuspenkum [kepala pusat penerangan hukum] Kejagung,” kata Niko saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, Senin (3/6/2024).
Dia menjelaskan bahwa yang diperkarakan oleh Kejagung dianggap berkaitan dengan penggunaan merek logam mulia Antam secara tidak resmi. Proses lebur cap atau licensing emas tidak resmi tersebut dilihat merugikan negara.
"Ada beberapa hal di dalam proses lebur cap ini, ada branding atau licensing yang dilihat merugikan. Jadi diproses di Antam, tapi kami tidak membebankan biaya licensing atau branding. Jadi memang ada cap emas yang kami berikan dan itu meningkatkan nilai jual," jelasnya.
"Tapi memang kita tidak mampu memproses semua emas karena kapasitas logam mulia bisa 40-80 ton, Pongkor hanya 1 ton setahun. Oleh karena itu, harus memproses dari luar termasuk yang kita impor, termasuk emas domestik," lanjutnya.
Baca Juga
Menurutnya, proses lebur cap emas Antam yang menjadi salah satu lini bisnis Antam tersebut perlu dikaji lebih komprehensif. Hal ini untuk memberikan gambaran kepada pihak Kejagung bahwa kegiatan bisnis tersebut memang ada potensi merugikan.
"Ada potensi merugikan karena seolah-olah kami memproses pihak swasta, apalagi mereka akui emas yang mereka lebur cap di kita asal muasalnya nggak jelas, bisa dari PETI [pertambangan tanpa izin] atau proses ilegal," katanya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan enam mantan pejabat PT Antam. Kejagung mengungkap modus enam tersangka kasus dugaan korupsi terkait tata kelola emas seberat 109 ton di PT Antam tahun 2010-2021 itu. Keenam tersangka diduga mencetak emas berlogo Antam secara ilegal.
Enam orang tersangka itu merupakan mantan General Manager Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Logam Mulia (UB PPLM) PT Antam dari berbagai periode.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung Kuntadi mengatakan kasus ini terjadi sejak 2010 hingga 2021. Dia mengatakan para tersangka itu melakukan aktivitas ilegal terhadap jasa manufaktur yang seharusnya berupa kegiatan peleburan, pemurnian, dan pencetakan logam mulia dengan logo Antam.
Para tersangka diduga mencetak logam mulia milik swasta dengan merek Logam Mulia (LM) Antam. Dia menyebut hal itu membuat Antam, yang merupakan BUMN, mengalami kerugian.