Bisnis.com, BOGOR – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang dipimpin Sri Mulyani melaporkan telah menyalurkan uang pajak senilai Rp569 triliun dari belanja pemerintah pusat dalam kurun waktu 2016 hingga 2022 untuk mengatasi perubahan iklim.
Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral BKF Boby Wahyu Hernawan menyampaikan Pelaksanaan penandaan anggaran perubahan iklim sejak tahun 2016 telah membantu pemerintah dalam mengidentifikasi belanja untuk aksi perubahan iklim.
“Kumulatif realisasi belanja aksi perubahan iklim pemerintah pusat sejak 2016 hingga 2022 mencapai Rp569 triliun atau US$37,9 miliar,” tuturnya dalam Media Gathering Kemenkeu, di R Rancamaya, Rabu (29/5/2024).
Secara rerata pertahun, Boby mencatat pemerintah belanja senilai Rp81,3 triliun atau mencakup 3,5% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dia menilai besaran anggaran tersebut dapat diartikan sebagai langkah Indonesia untuk melakukan aksi perubahan iklim sangat serius. Angka tersebut cukup tinggi bila membandiingkan dengan negara lain yang rata-rata masih di bawah 2%.
Meski demikian, Boby menuturkan saat ini tidak ada batasan anggaran yang cukup untuk masing-masing negara dalam mengatasi perubahan iklim.
Baca Juga
Dalam paparannya, anggaran perubahan iklim tersebut terbesar disalurkan untuk aksi mitigasi penurunan emisi gas rumah kaca yang mencakup 58,4% atau sekitar Rp332,84 triliun.
Sementara 37,6% dari total anggaran sepanjang 2016-2022 tersebut atau sebanyak Rp214,2 triliun digunakan untuk aksi adaptasi. Di mana digunakan untuk penurunan kerentanan, peningkatan kapasitas adaptif, dan pengurangan kerugian ekonomi khususnya di bidang air dan kesehatan.
Selain itu, untuk kegiatan output berupa mitigasi dan adaptasi secara bersamaan untuk kehutanan, pertanian, kelautan, dan pesisir, mencapai Rp22,4 triliun.
Adapun, Boby mengakui dari Rp569 triliun yang sudah keluar dari kas negara tersebut, pemerintah saat ini belum dapat mengetahui secara riil penurunan emisi yang dihasilkan.
Saat ini, DIPA K/L yang terkait perubahan iklim belum terkoneksi dengan sistem MRV perubahan iklim.
“BKF dengan KLHK sedang mengupayakan integrasi sistem tersebut agar secara sistem mampu mengetahui rasio anggaran dengan dampak penurunan emisi atau peningkatan ketahanan iklim,” ujarnya.
Mengacu data World Resource Institute (2023), emisi CO2 tahunan Indoensia pada 2022 menempati peringkat 11 dengan 648 ton CO2e.
Sementara emisi per kapita Indonesia justru meningkat pada 2022 menjadi 2,6 dari 2,3 (2021). Namun, capaian ini masih di bawah rata-rata dunia dan terendah ketiga di antara negara-negara G20.