Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) masih menunggu arah kebijakan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka ihwal peningkatan persentase bauran biodiesel dan bioetanol sampai 2029 mendatang.
Lewat lembar visi-misi yang disampaikan ke publik, Prabowo-Gibran menargetkan program bauran solar dengan minyak sawit dapat mencapai 50% atau B50 pada 2029 mendatang.
Selain itu, bauran bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin dengan bioetanol ditargetkan dapat mencapai 10% atau E10 pada tahun yang sama.
Sekretaris Jenderal Aprobi Ernest Gunawan mengatakan, asosiasinya berkomitmen untuk mendukung program pemerintahan yang baru nantinya lewat peningkatan peran biofuel dalam bauran energi nasional.
Hanya saja, kata Ernest, penerapan program B50 dan E10 pada 2029 mendatang mesti melewati rangkaian uji coba dan kajian komprehensif lebih dahulu.
“Kita pun belum ke B40 itu semua harus melalui uji coba di sektor otomotif dan nonotomotif, serta menunggu arahan dari pemerintah apakah tambahan B15 [asumsi B35 saat ini] dari Fame atau menggunakan HVO,” kata Ernest saat dihubungi, Kamis (25/4/2024).
Baca Juga
Saat ini, kata Ernest, asosiasinya bersama dengan pemerintah dan pemangku kepentingan terkait masih dalam proses uji jalan B40 untuk sektor kereta api.
Di sisi lain, dia mengatakan, pemerintahan baru perlu mengundang pemangku kepentingan terkait apabila ingin menerapkan program E10 pada 2029 nanti. Alasannya, keekonomian proyek relatif mahal untuk diterapkan dengan persentase yang relatif lebar itu 5 tahun mendatang.
“Kalau rencana pemerintah ingin menjadikan E10 harus diundang seluruh stakeholder terutama dalam hal keekonomian mengingat setahu kami biaya proses bioetanol yang relatif tinggi,” kata dia.
Target pengembangan biodiesel yang dipasang Prabowo-Gibran tersebut lebih cepat dibandingkan target yang ditetapkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan program mandatori biodiesel B40 atau bauran Solar dengan 40% bahan bakar nabati berbasis minyak sawit, diterapkan efektif pada 2030 mendatang.
Saat ini, otoritas energi dan sumber daya mineral tengah menjajaki studi pengguna Solar campuran sawit itu pada moda transportasi dan industri yang lebih luas selepas peningkatan bauran menjadi 35% (B35) awal tahun ini.
Lewat tengah tahun ini, Kementerian ESDM mulai melakukan uji terap B40 pada sektor alat berat, kapal laut, alat dan mesin pertanian, serta kereta api. Selain itu, kesiapan produsen, insentif, dan pasokan bahan baku minyak sawit mentah turut menjadi pertimbangan.
“B40 kita kan sudah uji jalan, tahun ini rencana uji terap untuk nonotomotif,” kata Direktur Bioenergi Kementerian ESDM Edi Wibowo saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (5/2/2024).
Rencananya, kata Edi, uji terap itu bakal memakan waktu selama 6 bulan sampai dengan 8 bulan untuk selanjutnya dievaluasi.
“Dari evaluasi misal, pemerintah nanti apa insentifnya atau ketersediaan dengan CPO [crude palm oil] nanti mesti dicek semuanya,” kata dia.
Sebelumnya, Kementerian ESDM menetapkan kuota penyaluran biodiesel B35, bauran Solar dengan 35% BBN berbasis minyak sawit, sebesar 13,41 juta kiloliter (kl) untuk 2024. Kuota itu ditetapkan berdasar pada keberhasilan penyaluran B35 sepanjang
Edi mengatakan, realisasi penyaluran B35 sepanjang 2023 mencapai 12,15 juta kl. Menurut dia, program mandatori itu berjalan cukup baik sepanjang tahun lalu.
Berdasarkan data milik Bp Statistical Review of World Energy 2022 lalu, negara-negara Asia Tenggara berkontribusi signifikan pada rantai pasok biofuel global saat ini.
Bp mencatat Indonesia telah berhasil memproduksi 174.000 boepd biofuel, menjadi negara produsen ketiga terbesar setelah Amerika Serikat dan Brasil. Sementara itu, Thailand hanya mampu memproduksi biofuel di level 52.000 boepd.