Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Joko Riyanto

Koordinator Riset Pusat Kajian dan Penelitian Kebangsaan (Puskalitba) Solo

Lihat artikel saya lainnya

OPINI: Wacana Pembatasan BBM Pertalite

Pemerintah berencana membatasi penyaluran BBM Pertalite pada 2024 ini.
Pengendara mengisi bahan bakar di SPBU, di Jakarta, Senin (9/4/2018)./JIBI-Dwi Prasetya
Pengendara mengisi bahan bakar di SPBU, di Jakarta, Senin (9/4/2018)./JIBI-Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA - Setelah sekitar 2 tahun terkatung-katung, kini wacana pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite (RON 90) mencuat lagi.

Pemerintah berencana membatasi penyaluran BBM Pertalite pada 2024 ini. Menteri ESDM Arifin Tasrif menyatakan keputusan tersebut akan disahkan melalui revisi Peraturan Presiden (Perpres) No. 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.

Dengan demikian, BBM bersubsidi diharapkan akan lebih tepat sasaran. Rencana ini juga sebenarnya sejalan dengan sejumlah aturan turunannya, seperti Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.P/20/menlhk/setjen/kum.1/3/2017.

Dalam kebijakan tersebut disebutkan bahwa sebenarnya BBM dengan tingkat oktan 90 tidak boleh digunakan karena punya dampak negatif terhadap kendaaran maupun lingkungan.

Rencananya, melarang semua kendaraan roda empat plat hitam mengonsumsi Pertalite. Selanjutnya, pembatasan BBM Pertalite melalui spesifikasi CC mesin mobil. Kendaraan yang masih boleh membeli Pertalite yakni mobil dengan kriteria mesin di bawah 1.400 cubicle centi-meter (cc), dan juga motor di bawah 250 cc.

Dengan demikian, kendaraan di atas cc tersebut tidak diperbolehkan mengisi BBM Pertalite. Sebenarnya pemerintah tidak perlu buru-buru melon-tarkan rencana pembatasan penggunaan BBM bersubsidi jenis Pertalite.

Sebaiknya pemerintah memikirkan hal ini dengan jernih. Apakah rencana itu cukup realistis dan bisa menjadi jalan keluar untuk mengatasi dampak terus membengkaknya subsidi? Ada baiknya pemerin-tah menggali berbagai cara yang tidak menimbulkan beban baru bagi masyarakat.

Dari rencana tersebut, tampak pemerintah tidak ingin menanggung beban itu sendirian. Pemerintah ingin membaginya dengan masyarakat. Bukankah ini salah satu bentuk ketidakadilan? Pemerintah kembali menekan masyarakat untuk hal yang sebenarnya secara fundamental menjadi kewajiban negara. Jika mengikuti arah kebijakan pemerintah, tampak jika konsumsi BBM bersubsidi akan terus dikurangi.

Kita masyarakat beli BBM tunai, tapi katanya merugi. Itu artinya pemerintah tidak mampu mengelola sumber daya alam yang ada dengan baik dan maksimal. Akan banyak terjadi pembatasan. Seperti waktu pemerintah mau menghilangkan minyak tanah maupun Premium (bensin) berganti Pertalite.

Pembatasan Pertalite terkesan mengulang skema penghapusan Premium menjadi Pertalite yang akhir-nya menambah beban subsidi negara karena nilai ekonomi-nya lebih besar. Berdasarkan RAPBN 2024, pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi energi Rp185,9 triliun atau naik 0,2% dari proyeksi realisasi tahun ini Rp185,4 triliun.

Pembatasan BBM jenis Pertalite justru mendatang-kan keuntungan bagi SPBU asing yang selama ini men-jual Pertamax, seperti Shell (milik Inggris dan Belanda), Total (Prancis), dan Petronas (Malaysia). Sejak 2005, tiga perusahaan asing itu sudah menyiapkan kesiapannya untuk membangun SPBU di berbagai wilayah di Indonesia.

Dirjen Migas ESDM sudah mencatat setidaknya 25% perusahaan swasta (lokal dan asing) sudah mendapat izin prinsip ataupun izin usaha untuk terlibat bisnis BBM. Dua pemain asing utama, Shell dan Petronas, sudah membangun ratusan SPBU untuk menyambut potensi bisnis BBM itu: Shell tak kurang membangun 400 SPBU dan Petronas membangun 500 SPBU.Persoalan mendasarnya sebenarnya bukan pada aspek pembatasan penggunaan BBM bersubsidi, tetapi lebih pada ketepatan alokasi subsidinya.

Anggaran kom-pensasi energi 2024 di pagu Rp126 triliun, turun 57% dari perkiraan pada 2023 Rp293,5 triliun. Turunnya anggaran kompensasi pada tahun ini diprediksi seba-gai pertanda harga Pertalite berpeluang naik. Apa yang terjadi kalau kenaikan subsi-di dan kompensasi ini dibayarkan di APBN 2024? Harga Pertalite bisa jadi naik.

Jadi kalau misal harga minyak naik lagi, otomatis akan ada penyesuaian dalam APBN, di mana yang diubah adalah anggaran kompensasinya, bukan anggaran subsidi.

Pemerintah seharusnya menempuh upaya yang lebih signifikan, misalnya menggu-nakan lebih banyak produksi minyak mentah dalam negeri untuk diolah menjadi bahan BBM. Selain rencana strate-gis peningkatan produksi, pemerintah juga harus makin giat mendorong produksi bahan bakar alternatif.

Jika energi alternatif pengganti BBM itu dapat direalisasi, akan dapat menghemat dana yang cukup besar. Selain itu, pemerintah semestinya tetap konsisten menjalankan program penghematan energi. Sejumlah negara sudah menerapkan pola penghemat-an BBM. Sayangnya lagi, di Indonesia, kendati telah lama didengungkan penghematan BBM, realisasinya tidak pernah tuntas.

Ketika harga minyak turun, upaya meng-hemat BBM pun berlalu.Akhirnya, akankah pembatasan BBM bersubsidi Pertalite juga akan menakuti dan membingungkan rakyat? Jawabnya tentu tergantung pemerintah. Jika argumen yang mendasari bisa meya-kinkan, tentu masyarakat bisa menerima, paling tidak memahami, sekalipun terasa pahit.

Sebaliknya, apabila arogansi kekuasaan lebih menonjol, bisa jadi malah menuai keapatisan, demo, ketidakpercayaan terhadap pengambil keputusan, dan hal lain yang kontraproduktif.

Soal Pertalite akan tergantung pada kepentingan pemerin-tah. Menjaga kantong rakyat kelas menengah-bawah atau menjaga resiliensi APBN?

Namun, pilihan sulit tetap harus diambil sepanjang tidak membiarkan pembengkakan kuota dan anggaran subsidi BBM justru dinikmati oleh kalangan masyarakat yang kendaraannya tidak berhak “minum” Pertalite.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Joko Riyanto
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper