Bisnis.com, JAKARTA — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN membeberkan total kebutuhan investasi untuk mengimbangi rencana adopsi pembangkit hijau sepanjang 2024 sampai dengan 2040 mencapai sekitar US$157 miliar atau Rp2.464,11 triliun (kurs Rp15.695)
Rencanannya, total tambahan daya setrum sampai 2040 seperti menjadi bagian dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional atau RKUN 2024-2060 mencapai 80 gigawatt (GW).
Sementara itu, dalam dokumen revisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2024-2033 terdapat rencana penambahan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) sebesar 62 GW. Porsi itu mengambil 75% dari total penambahan pembangkit listrik baru yang dirancang, sementara 25% lainnya bakal dipenuhi oleh pembangkit gas.
“Baseloadnya hanya tiga yakni gas, hydro dan ada juga geothermal,” kata Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo dalam acara Road to PLN Invesment Dayas 2024 di Jakarta, Rabu (6/3/2024).
Darmawan menuturkan kebutuhan investasi yang relatif besar itu memerlukan partisipasi dari swasta. Rencanannya, kata Darmawan, sekitar 60% investasi itu bakal dialokasikan untuk pihak swasta.
“Dari PLN hanya sekitar 40%, itu pun yang porsi dari PLN masih bisa dikerjasamakan dengan swasta,” kata Darmawan.
Baca Juga
Dia menegaskan perseroan bakal memberikan kerja sama bisnis yang fair terkait dengan kebutuhan investasi bersama dengan swasta nantinya.
“Di mana kerja sama dengan kami, risiko kita akan selesaikan dengan tepat, kami ingin leverage cost of capital dari bapak ibu bisa di bawah rate of return, bukan hanya secara teknis bisa tapi juga secara komersial menarik,” kata dia.
Berdasarkan data perencanaan PLN, terdapat kebutuhan pembangunan pembangkit EBT baseload sekitar 30,9 GW dengan ditopang super green sepanjang kurang lebih 18.537 kilometer.
Adapun, tambahan EBT intermittent atua non baseload sekitar 27,7 GW dan tambahan energi baru sebesar 2,4 GW.