Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memproyeksikan produksi minyak sawit pada 2024 masih berpeluang naik sekitar 5%.
Adapun, pada 2023, produksi minyak sawit termasuk di dalamnya crude palm oil (CPO) dan palm kernel oil (PKO) tercatat sebanyak 54,84 juta ton atau naik sekitar 7% dibandingkan produksi pada 2022 sebanyak 51,24 juta ton.
Sekretaris Jenderal Gapki Hadi Sugeng mengatakan, adanya El Nino pada pertengahan 2023 lalu tidak berpengaruh signifikan pada produksi kelapa sawit tahun ini. Meskipun diakui bahwa El Nino telah menyebabkan keterlambatan panen pada pertengahan 2023.
"El Nino tahun lalu itu kategori moderat dan tidak relatif memengaruhi terhadap produksi di 2024. Kita masih yakin produksi masih bisa naik 5%," ujar Hadi dalam konferensi pers, Selasa (27/2/2024).
Sementara itu, Ketua Umum Gapki Eddy Martono mengatakan, kenaikan produksi pada 2023 lalu disebabkan adanya tambahan tanaman menghasilkan (TM) yang ditanam pada 2017-2020. Menurutnya, penambahan TM pada 2023 tersebut mencapai sekitar 300.000 hektare yang berasal dari peremajaan sawit oleh perusahaan maupun petani rakyat.
"Penambahan TM-nya sekitar 300.000 hektare yang dipanen di 2023, makanya terjadi peningkatan produksi di 2023," ungkap Eddy.
Baca Juga
Adapun, untuk prospek eskpor minyak sawit tahun ini diperkirakan akan turun tipis dibandingkan tahun lalu. Adapun, Gapki mencatat ekspor minyak sawit pada 2023 sebanyak 32,21 juta ton atau turun 2,8% dibandingkan ekspor pada 2022 sebanyak 33,15 juta ton.
"Ekspor 2023 kan 32 juta ton terjadi sedikit penurunan [dari 2022], nah kemungkinan tahun ini masih di atas 30 juta ton, tidak terlalu banyak turunannya, kalau turun pun sedikit di bawah 2023," ungkap Eddy dalam kesempatan yang sama.
Eddy menjelaskan, pada 2023 ekspor produk sawit Indonesia mengalami peningkatan ke beberapa negara importir seperti China, India, Afrika, Amerika Serikat, dan Bangladesh. Namun, ekspor justru menurun ke Uni Eropa dan Pakistan.
Permintaan minyak sawit dari China diakui mengalami peningkatan pada 2023 menjadi 7,7 juta ton dari tahun sebelumnya sebanyak 6,2 juta ton. China menempati urutan pertama tujuan ekspor minyak sawit Indonesia, diikuti oleh India sebanyak 5,9 juta ton, dan Uni Eropa sebanyak 3,7 juta ton.
Menurut Eddy, peningkatan ekspor minyak sawit ke China pada tahun lalu tidak lepas dari dukungan negosiasi Presiden Joko Widodo saat lawatan ke China pada tahun lalu.
"China di 2019 itu impornya [minyak sawit Indonesia] sudah di angka 8 juta ton. Di 2023, Pak Jokowi itu bisa nambahin [ekspor minyak sawit ke China] 1 juta ton sehingga bisa mencapai 7,7 juta ton.Ini cukup bagus, walaupun belum kembali ke angka 8 juta ton," jelas Eddy.
Ekspor minyak sawit pada 2024 masih dibayangi oleh pertumbuhan ekonomi global, khususnya negara-negara maju yang selama ini menjadi konsumen terbesar minyak sawit Indonesia. China sebagai konsumen terbesar, kata dia, masih begulat dengan pelemahan ekonomi pasca-pandemi Covid-19. Begitupun Eropa yang mengalami pelemahan ekonomi dan defisit fiskal hingga inflasi yang cenderung masih tinggi.
Selain itu, peningkatan konsumsi di dalam negeri juga membuat volume ekspor pada tahun ini diperkirakan mengalami penurunan. Pada 2023, konsumsi minyak sawit domestik mengalami kenaikan 8,9% (year-on-year/yoy) dari 21,24 juta ton pada 2022 menjadi 23,13 juta ton pada 2023.
Implementasi kebijakan mandatori biodiesel 35% atau B35 secara efektif dilakukan pada Juli 2022 diakui telah meningkatkan konsumsi minyak sawit sebesar 17,68%, yakni dari 9,04 juta ton pada 2022 menjadi 10,65 juta ton pada 2023.
"Dengan implementasi B35 konsumsi biodiesel selama 2023 telah melampaui konsumsi untuk pangan dalam negeri," kata Eddy.