Utak-atik APBN Demi Bansos
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyampaikan bahwa sebagian besar anggaran bantuan sosial telah ditetapkan dalam APBN 2024.
Untuk beberapa perubahan tersebut, pemerintah berencana melakukan realokasi anggaran. Namun, pemerintah belum memastikan anggaran untuk program tambahan ini apakah termasuk dalam alokasi perlinsos Rp496,8 triliun yang sudah ditetapkan sebelumnya.
“Ini kan memang ada beberapa perubahan-perubahan yang mungkin sifatnya merespons kondisi yang ada di masyarakat dan global, nah ini tentunya kita akan carikan [anggaran untuk BLT dan bantuan pangan] dan itu APBN-nya akan tetap bisa fleksibel,” jelasnya.
Febrio mengatakan, APBN sendiri yang merupakan shock absorber sifatnya fleksibel. Sehingga, APBN selalu siap jika ada kebutuhan di masyarakat yang meningkat akibat gejolak di perekonomian, terutama dari sisi global.
“Jadi APBN kita kan fleksibel dan kita selalu antisipasi kebutuhan-kebutuhan. Lihat saja kita mengelola APBN selama beberapa tahun terakhir,” tuturnya.
Dihubungi terpisah, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai bahwa program bantuan sosial yang digulirkan pemerintah bukanlah solusi utama dalam menekan inflasi. Yusuf menjelaskan faktor yang mendorong inflasi relatif bervariasi dan umumnya karena masalah kenaikan harga pangan dan harga komoditas global, juga masalah tata kelola distribusi barang dan beberapa masalah lainnya yang menjadi faktor utama inflasi.
Baca Juga
“Sementara bantuan sosial ini lebih kepada memastikan bahwa kelompok yang dinilai rentan ketika terjadi kenaikan harga, itu tetap terjaga daya belinya sehingga dengan bantuan ini mereka tetap bisa melakukan pola konsumsi yang mereka lakukan tanpa harus terus saya belinya dengan kenaikan harga,” jelasnya.
Yusuf mengatakan, dalam beberapa studi, program bantuan sosial disebutkan menjadi salah satu program yang memang membantu pemerintah dalam menyelesaikan masalah kemiskinan.
Menurutnya, yang tidak kalah penting juga, yaitu memastikan penyaluran bantuan sosial dengan nilai anggaran yang besar, itu tepat sasaran. Hal ini mengingat masalah error yang kerap ditemukan dalam beberapa tahun terakhir yang tentunya akan mengurangi optimalitas bantuan sosial dalam mencapai targetnya, yaitu untuk menurunkan tingkat kemiskinan.