Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelontorkan anggaran jumbo hampir Rp4.000 trilun untuk belanja perlindungan sosial (perlinsos), termasuk bansos, dalam 10 tahun terakhir.
Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, pemerintah telah menggelontorkan anggaran perlindungan sosial di APBN 2014-2024 sebesar Rp3.664,4 triliun.
Pada APBN 2024, Jokowi menetapkan alokasi anggaran untuk perlindungan sosial sebesar Rp496,8 triliun. Dengan demikian, total yang akan dibelanjakan pemerintah untuk pos ini akan mencapai Rp4.161,2 triliun hingga 2024.
Tercatat, anggaran perlindungan sosial pada 2014 terealisasi sebesar Rp484,1 triliun. Untuk diketahui, tahun 2014 merupakan periode transisi dari pemerintahan yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pada 2015, anggaran perlindungan sosial dipangkas hingga 43% menjadi Rp276,2 triliun dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Beberapa program perlinsos yang berjalan, diantaranya program Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Jaminan Kesehatan Nasional atau Kartu Indonesia Sehat (KIS).
Pada tahun selanjutnya, anggaran perlindungan sosial terealisasi sebesar Rp215 triliun, kembali turun sebesar 22,1% dari tahun 2015.
Baca Juga
Peningkatan drastis anggaran belanja sosial terjadi pada 2020 dengan realisasi yang mencapai Rp498 triliun atau naik hingga 61,5% secara tahunan.
Kenaikan ini salah satunya didorong oleh belanja pada program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk menangani dampak dari pandemi Covid-19, khususnya menjaga daya beli masyarakat berpenghasilan rendah atau rentan.
Bansos Jelang Pemilu
Beberapa program perlinsos yang disalurkan, yaitu Program Keluarga Harapan (PKH), kartu sembako, bansos Jabodetabek, dan bansos non-Jabodetabek. Pada periode ini, pemerintah juga menganggarkan untuk program Prakerja dengan skema semi bansos, juga diskon tarif listrik, logistik/pangan/sembako, dan BLT dana desa.
Realisasi anggaran perlinsos kemudian mengalami penurunan meski tidak drastis, masing-masing sebesar 6% menjadi Rp468,2 triliun pada 2021, 1,6% menjadi Rp460,6 triliun pada 2022, juga 3,7% menjadi Rp443,5 triliun pada 2024.
Adapun, pada awal pekan ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengumumkan bahwa pemerintah akan melanjutkan program bantuan pangan hingga Juni 2024 dan bantuan langsung tunai hingga Maret 2024.
Program ini menggantikan program bansos El Nino yang telah dijalankan pada akhir 2023. BLT El Nino tersebut berganti nama menjadi BLT mitigasi risiko pangan.
Berdasarkan catatan Bisnis, kedua program tersebut tidak masuk dalam program perlinsos prioritas yang telah ditetapkan pemerintah sebelumnya.
“Bantuan langsung tunai dengan judul mitigasi risiko pangan untuk 3 bulan dan itu akan dievaluasi 3 bulan lagi dan 3 bulan pertama nanti diberikan sekitar bulan Februari yang besarnya Rp200.000 per bulan,” kata Airlangga.
Jokowi jadi 'Petugas' Bansos
Presiden Jokowi angkat bicara terkait alasan pemerintah gencar menyalurkan berbagai bantuan sosial (bansos) ke masyarakat. Menurut Presiden Ke-7 RI itu, fenomena iklim El Nino telah memberikan dampak pada terganggunya suplai beras di dunia. Hal ini disampaikannya usai menghadiri agenda peresmian pembukaan Kongres XVI Gerakan Pemuda Ansor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (2/2/2024).
“[Kenaikan harga beras] bukan hanya di Indonesia saja. Jadi, kami ingin memperkuat daya beli rakyat yang di bawah, dan itu sudah dilakukan misalnya bantuan pangan beras itu sudah sejak September, BLT itu karena ada EL Nino kemarau panjang, sehingga juga ini untuk memperkuat daya beli masyarakat sehingga diperlukan,” kata Jokowi.
Berdasarkan catatan Bisnis, Jokowi terpantau rajin keluar kota untuk membagikan bansos langsung kepada masyarakat. Namun, provinsi yang paling sering disambangi Jokowi untuk mendistribusikan bansos adalah di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Jokowi tercatat kuker ke Wonogiri, Klaten, hingga Bantul.
Anggota DPR dari Fraksi PDIP Perjuangan Aria Bima menuding bahwa pembagian bantuan sosial alias bansos telah dipolitisasi untuk kepentingan elektoral. Bima menuturkan bahwa bansos seharusnya dibagikan Kementerian Sosial (Kemensos). Namun dalam pelaksanaannya kini, Kemensos justru tidak lagi dilibatkan. Akibatnya, terjadi ketidaksesuaian data dan berpotensi menimbulkan ketidakadilan di kalangan masyarakat.
“Lho kan sangat jelas, Ibu Risma sejak awal menjabat Mensos punya komitmen untuk mengunakan data kemiskinan. Saat ini, data kemiskinan Ibu Risma tidak lagi dipakai,” kata Aria usai acara Hajatan Rakyat di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Sabtu (3/3/2024).
Aria mengatakan, berdasarkan informasi Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini, saat ini pemerintah menggunakan data dari Kemenko PMK dalam pembagian Bansos. Ia juga mengaku tidak rela pembagian Bansos dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi), seperti yang terjadi belakangan ini.