Bisnis.com, JAKARTA - Standard Chartered Wealth Management Chief Investment Office (CIO) telah merilis laporan Outlook 2024, yang menguraikan strategi investasinya tahun ini.
Berdasarkan rilis laporan yang ada, Amerika Serikat dan negara-negara besar lainnya kemungkinan akan mengalami perlambatan pertumbuhan yang tajam dan penurunan inflasi pada 2024.
Global Chief Investment Officer Steve Brice menjelaskan bahwa investor harus mempertimbangkan tujuan investasi mereka, jangka waktu dan yang paling penting, kemampuan untuk mengatasi penurunan portofolio mereka.
“Kunci disiplin berinvestasi yang sukses: jangan menjual secara terpaksa, baik karena kebutuhan emosional maupun finansial, dan hindari kerugian yang berlebihan dan permanen,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (8/1/2024)
Berdasarkan laporan prospek terbaru, pasar ekuitas dan obligasi diperkirakan akan memulai tahun 2024 dengan positif. Hal ini lantaran didukung oleh harapan akan terjadinya penurunan tingkat inflasi dan pergeseran kebijakan bank sentral ke arah yang mendukung pertumbuhan, namun tetap waspada akan kemungkinan terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi makro.
Dengan latar belakang ini, CIO percaya bahwa investasi pada 2024 kemungkinan besar akan menyeimbangkan perkembangan skenario makro dan mengidentifikasi di mana risiko/imbalan kelas aset tampak menarik.
Baca Juga
Menurut tim CIO Standard Chartered, alokasi dasar yakni sebuah model yang dapat digunakan sebagai titik awal untuk membangun portofolio investasi terdiversifikasi akan mengacu pada obligasi pemerintah negara maju terutama yang berjangka waktu panjang.
Kemudian, alokasi dasar akan mengacu pada ekuitas global memasuki awal tahun 2024 yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Jepang, serta ekuitas dan obligasi global yang kemungkinan besar akan memberikan kinerja yang lebih baik dari pada pasar uang.
Sementara itu, alokasi peluang yang bertujuan untuk memanfaatkan penyebaran saham dan sektor guna menangkap peluang jangka pendek yakni dapat membeli sektor ekuitas layanan komunikasi, teknologi, dan layanan kesehatan di AS.
Lalu membeli ekuitas di sektor kebutuhan sekunder, layanan komunikasi, dan sektor teknologi di China, serta memanfaatkan pergerakan dolar AS.