Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah peristiwa penting memengaruhi dinamika perekonomian global sepanjang 2023, meliputi sisi pangan, energi, kebijakan suku bunga, konflik geopolitik, dan lain-lainnya.
Contohnya, seperti baru-baru ini, terjadi konflik di Laut Merah, yang menjadi jalur kritis sehingga berdampak pada pengiriman global, sehingga berdampak pada bergejolaknya harga minyak mentah. Emas juga menyentuh rekor tertingginya.
Lebih lengkapnya, berikut beberapa peristiwa yang telah dirangkum oleh Bisnis, mulai dari melambatnya perekonomian global, peristiwa beberapa bank yang bangkrut, hingga serangan yang terjadi di Laut Merah.
Proyeksi Perekonomian Global yang Melambat
Pada Januari 2023, Bank Dunia sempat kembali memperingatkan ancaman adanya perlambatan perekonomian global pada tahun ini, dengan dibayangi resesi global akibat pandemi Covid-19 dan krisis keuangan.
Dalam laporan Global Economic Prospects pada Januari 2023, Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 3% menjadi 1,7%.
Baca Juga
Tak hanya itu, di dalam laporan tersebut, World Bank menilai bahwa adanya risiko krisis iklim yang semakin memburuk akibat kondisi ekonomi dan konflik geopolitik.
Bank-Bank Berjatuhan
Dalam tiga hari, yakni pada 10-12 Maret 2023 dua bank besar di AS yakni Silicon Valley Bank dan Signature Bank harus ditutup karena hilangnya likuiditas ketika Silicon Valley Bank dan Signature Bank
Kemudian pada 1 Mei 2023, First Republic Bank menjadi bank ketiga di AS yang mengalami kebangkrutan dalam hampir dua bulan terakhir. Di Eropa, Credit Suisse, bank terbesar kedua di Swedia, juga menghadapi risiko kegagalan.
Tindakan cepat dari pemerintah dan bank sentral negara-negara dengan memberikan paket bantuan keuangan berhasil mencegah krisis perbankan yang dapat mengakibatkan depresi ekonomi.
Babak Baru Hubungan China-AS
Menteri Keuangan AS Janet Yellen memulai kunjungannya ke Negeri Tirai Bambu pada 6-9 Juli 2023 untuk menemukan kesepahaman ekonomi dan membuka komunikasi. Adapun, kunjungan tersebut dilakukan setelah beberapa hari sebelumnya China melakukan pembatasan ekspor dua logan penting pada industri teknologi utama.
Kunjungan tersebut menjadi awal mula serangkaian kunjungan dan pengumuman antara kedua belah pihak yang berupaya untuk membangun kembali hubungan diplomatik.
Konflik Laut Hitam dan Harga Biji-Bijian
Pada Agustus 2023, Rusia menghentikan Kesepakatan Biji-Bijian Laut Hitam atau dikenal dengan Black Sea Grain Initiative, yakni sebuah kesepakatan yang ditengahi PBB dan memungkinkan Ukraina mengeskpor biji-bijian.
Tindakan yang dilakukan oleh Rusia kemudian menyebabkan kekhawatiran di negara-negara miskin yang dapat berdampak membuat harga makanan menjadi tidak terjangkau.
Kesepakatan biji-bijian Laut Hitam sendiri awalnya dapat membantu menurunkan harga pangan global dan memungkinkan lembaga bantuan mengakses ratusan ribu ton makanan pada saat kebutuhan meningkat dan dana langka.
Pembatasan Ekspor Beras
Harga beras di Asia sempat melonjak ke level tertinggi dalam hampir 15 tahun terakhir pada Agustus 2023. Hal ini terjadi setelah India memperluas pengetatan ekspor terhadap beras pratanak dan basmati seminggu sebelumnya.
Kekhawatiran terhadap suplai beras kemudian muncul. Hal ini dikarenakan beras merupakan bahan pangan penting bagi miliaran orang dan menyumbang 60 persen dari total asupan kalori untuk masyarakat beberapa bagian Asia Tenggara dan Afrika.
Selain itu, terdapat juga kekhawatiran mengenai El Nino yang mengancam kekeringan di banyak wilayah pertumbuhan utama di seluruh Asia. Thailand juga memperingatkan bahwa akan terjadi kekeringan pada 2024.
Dilema Minyak dan ‘Perpecahan’ OPEC
Harga minyak mentah telah mengalami dilema, utamanya ketika terjadinya perang Israel-Hamas dan pertemuan OPEC+ yang sempat mengalami penundaan yang kemudian dihelat secara daring.
Penundaan tersebut terjadi karena Angola dan Nigeria menolak untuk menerima kuota produksi yang lebih rendah yang di tekan oleh pemimpin-pemimpin kelompok tersebut.
Setelah pertemuan OPEC+ dilakukan, Angola mengumumkan bahwa mereka akan keluar dari OPEC dengan menyoroti ketegangan di dalam kelompok yang berupaya membatasi produksi untuk mendukung harga memasuki tahun baru. Angola sendiri telah bergabung dalam kelompok tersebut selama 16 tahun.