Bisnis.com, JAKARTA — Koperasi Energi Biomassa Indonesia (KEBI) menilai positif terbitnya beleid yang mengatur spesifik ihwal pengembangan co-firing atau pencampuran biomassa dengan batu bara sebagai bahan bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Kendati demikian, Ketua KEBI Ichsan Maulana meminta adanya kepastian harga yang menarik dalam negosiasi dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN untuk jenis bahan baku biomassa, bahan bakar jumputan padat atau refused derived fuel (RDF). Bahan bakar ini juga biasa disebut sebagai sampah rumah tangga atau kota.
“Di dalam Permen itu kan tidak disebutkan biomassa jenisnya, apakah sampah kota bisa mendapatkan harga 1,2 kali [harga batu bara],” itu yang perlu kita dapat penjelasan,” kata Ichsan saat dihubungi, Minggu (10/12/2023).
Adapun, beleid itu mengacu pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemanfaatan Bahan Bakar Biomassa Sebagai Campuran Bahan Bakar Pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang disahkan pada 27 November 2023.
Permen ini mengatur ihwal harga pembelian tertinggi (HPT) dan juga harga kesepakatan dalam negosiasi PLN dengan pemasok biomassa nantinya.
Mengacu pada Pasal 18 Ayat (5), harga patokan tertinggi berlaku sebagai batas atas dalam negosiasi pembelian biomassa. Harga patokan tertinggi itu dihitung dengan formula harga batu bara dikali nilai koefisien harga biomassa (k) dikali faktor koreksi nilai kalor (Fc).
Baca Juga
Sementara itu, harga batu bara ditentukan berdasarkan rata-rata harga batu bara acuan tahun sebelumnya.
Adapun, nilai koefisien harga biomassa ditetapkan paling tinggi 1,2. Faktor koreksi nilai kalor (Fc) dimengerti sebagai koefisien perbandingan nilai kalori biomassa terhaadp nilai kalori rata-rata batu bara.
Ichsan menuturkan, sebagian pelaku usaha tengah menantikan kepastian harga sampah kota yang menarik selepas terbitnya beleid tersebut. Dia berpendapat pasokan dari sampah kota terbilang stabil jika dibandingkan dengan bahan baku biomassa lainnya.
“Itu yang paling sustanaible, di mana pun segala pembangkit bahan bakunya ada di segala kabupaten dan kota,” kata dia.
Secara terperinci, target pelaksanaan co-firing akhir tahun ini dipatok di level 1,05 juta ton. Selanjutnya, pada 2024 dan 2025, target realisasinya diharapkan mencapai masing-masing 2,83 juta ton dan 10,20 juta ton. Target yang disusun hingga 2030 itu tidak terpengaruh oleh penyesuaian rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PLN nantinya.