Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) menegur penyalur kredit usaha rakyat (KUR) seiring banyaknya temuan penyelewengan di lapangan.
Deputi Bidang Usaha Mikro KemenkopUKM Yulius mengatakan, berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi (monev) masih banyak ditemukan bank penyalur KUR yang tidak menaati pedoman penyaluran berdasarkan Permenko Bidang Perekonomian No.1/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR.
"Masih ada beberapa temuan yang dilanggar oleh bank penyalur KUR," kata Yulius dikutip dalam keterangan resmi, Jumat (8/12/2023).
Dia membeberkan, hasil monev KemenKopUKM pada Agustus-Oktober 2023 di 23 provinsi ditemukan beberapa pelanggaran. Survei monev itu melibatkan 1.047 debitur dan 182 cabang penyalur KUR, di antaranya terdapat 144 debitur atau 16,1% KUR mikro dan KUR super mikro dengan plafon sampai Rp100 juta dikenai agunan tambahan.
Selain itu, kata Yulius, ada beberapa temuan tambahan hasil monev pelaksanaan KUR, di antaranya KUR kecil dengan plafon di atas Rp100 juta-Rp500 juta dikenakan agunan tambahan yang tidak wajar, yaitu melebihi dari jumlah akad yang diterima.
Kemudian, terdapat 32 debitur KUR kecil dengan plafon mendekati batas atas plafon KUR mikro dengan kisaran Rp101 juta-Rp110 juta agar dapat dikenakan agunan tambahan oleh penyalur KUR.
Baca Juga
"Masih terdapat dana KUR yang diendapkan oleh penyalur KUR dengan cara diblokir atau ditahan beberapa bulan untuk digunakan sebagai jaminan," ungkap Yulius.
Bahkan, kata Yulius, masih ditemukan sebagian kecil biaya-biaya tambahan seperti biaya administrasi dan biaya asuransi. Oleh karena itu, Yulius menegaskan, pihaknya akan menegur penyalur KUR yang masih melanggar.
"Temuan pelanggaran akan kita bawa ke Forum Pengawas KUR yang dipimpin BPKP," kata Yulius.
Secara total, realisasi penyaluran KUR tahun 2023 hingga Desember 2023 berdasarkan data SIKP sebesar Rp232,16 triliun atau sebesar 78,17% dari target sebesar Rp297 triliun kepada 4,15 juta debitur.
Adapun, dari sisi penggunaan KUR, sebesar 93% dialokasikan untuk modal kerja, 6% digunakan untuk investasi, dan 1% digunakan untuk keperluan lainnya seperti merenovasi rumah, membeli kendaraan, dan lainnya. Bahkan, terdapat dua debitur (0,2%) yang merupakan PNS (guru dan PNS Dinas Pendidikan).
Lebih lanjut, Yulius menjelaskan, penyaluran KUR sektor produksi belum optimal, angkanya baru sebesar 53% dari target 60%. Secara terperinci, KUR di sektor usaha makanan dan minuman 23,2%, pertanian dan peternakan 14,2%, dan sektor jasa 14,2%, sedangkan KUR sektor perdagangan tercatat sebesar 46,8%.
Temuan lainnya, Yulius menyebut terdapat 2% debitur dengan pinjaman KUR melebihi jangka waktu pinjaman yang ditetapkan, debitur KUR yang memiliki NIB baru sebanyak 27% dan sisanya sebesar 72% debitur memakai SKU/SKUD.
Tak hanya itu, dia melanjutkan, masih terdapat 4% penyaluran KUR merupakan penerima KUR yang sedang menerima kredit komersial (switching), dan terdapat 2% debitur yang tidak sesuai dengan NIK-nya dengan yang tercatat di SIKP.
Yulius juga menemukan 129 debitur penerima KUR tidak memiliki NPWP (nomor penduduk wajib pajak) atau 26,8% dari 481 debitur KUR di atas Rp50 juta.
"Hal tersebut dikarenakan KTP belum diperbaharui 50%, KTP sedang diperbaharui 25%, dan alasan lainnya 25%," ucapnya.