Bisnis.com, JAKARTA – Perpajakan merupakan salah satu aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam transaksi merger dan akuisisi (M&A), di samping aspek legal dan finansial.
Managing Partner dan Head of Tax RSM Indonesia Ichwan Sukardi menyampaikan bahwa perpajakan menjadi aspek vital dan bisa menjadi deal breaker.
“Valuasi Perusahaan yang menjadi target mungkin bernilai tinggi, tapi bisa saja ada hidden liability, termasuk pajak dan finansial yang harus diidentifikasi, dengan melakukan due diligence,” katanya melalui keterangan resmi, Sabtu (2/12/2023).
Ichwan menjelaskan, dalam tahap persiapan, biasanya akan ditentukan apakah transaksi dilakukan pada akuisisi aset atau akuisisi saham. Selain itu, dalam persiapan due diligence, harus juga sudah dapat diidentifikasi risiko potensial perpajakan sesuai dengan industri dari target perusahaan.
“Biasanya ini akan memudahkan dan fokus untuk pelaksanaan due diligence dan memaksimalkan hasil temuan nanti. Selanjutnya dalam pelaksanaan, perusahaan harus dapat mengidentifikasikan potential liability dari sisi pajak, dan sekaligus melakukan mitigasinya. Selain itu, dalam tahap pelaksanaan ini juga dilakukan perencanaan struktur dengan mempertimbangkan aspek pajak dan juga komersial atau legal,” jelasnya.
Dalam konteks transaksi M&A, Ichwan mengatakan, due diligence merujuk pada proses penyelidikan dan pemeriksaan mendalam terhadap aspek-aspek hukum, keuangan, operasional, serta perpajakan dari perusahaan yang akan diakuisisi.
Baca Juga
Proses due diligence dirancang untuk memberikan pemahaman menyeluruh kepada pihak yang berminat terhadap akuisisi, seperti investor atau pihak yang akan melakukan merger, tentang risiko dan peluang yang terkait dengan perusahaan target.
“Setelah proses due diligence dan identifikasi potential liability, harus dilanjutkan dengan mitigasi – yang bisa dilakukan dengan negosiasi atau memfaktor dalam harga. Tujuan utama dalam struktur untuk kepentingan perpajakan adalah memaksimalkan nilai tambah, oleh karena itu hal utama yang harus di pertimbangkan adalah struktur saat ini dan transaksi yang akan dilakukan setelah M&A,” lanjutnya.
Dalam perencanaan perpajakan, Ichwan juga menyoroti pentingnya komunikasi yang baik. Dia menjelaskan bahwa komunikasi yang baik dalam setiap proses perencanaan perpajakan, termasuk rencana strukturisasi perpajakan dapat memitigasi masalah kesalahpahaman yang mungkin terjadi terkait strategi yang diusulkan dan pada akhirnya akan mendapatkan dukungan penuh dari manajemen internal. Hal ini akan dapat meningkatkan compliance atau kepatuhan perpajakan.
Selain itu, Ichwan juga menyampaikan perlunya mengetahui langkah dalam menghadapi tantangan utama perencanaan perpajakan yakni perubahan aturan yang dapat terjadi dengan sangat cepat.
“Perubahan aturan pajak yang sangat cepat tidak dapat dihindari karena memang aturan pajak dibuat dengan menyesuaikan perubahan bisnis. Namun hal ini dapat dihadapi dengan menyediakan sumber daya yang mampu mengikuti perubahan ini dan mampu pula memitigasi setiap risiko yang akan timbul. Selain itu, penggunaan external tax advisor juga akan sangat disarankan untuk memberikan pandangan dan alternatif penyelesaian masalah. Perubahan aturan ini terjadi baik dari sisi aturan lokal suatu negara, dan juga aturan perpajakan internasional yang sangat dinamis,” jelasnya.
Lebih lanjut, dalam perkembangan aturan perpajakan internasional dan domestik yang semakin seragam, Ichwan menambahkan, unsur substansi menjadi faktor utama justifikasi transaksi dan tren struktur pajak mengharuskan struktur yang simple dan direct.
“Transaksi dilakukan sedapat mungkin dengan negara-negara yang memiliki tax treaty dengan Indonesia, dan juga memiliki faktor transparansi perpajakan yang baik. Struktur perpajakan dibuat harus sesuai dengan aturan domestik dan tax treaty. Tuntutan BEPS mengharuskan wajib pajak menghindari struktur atau transaksi yang tidak mempunyai atau kurang dari sisi substansinya,” tutur Ichwan.