Bisnis.com, JAKARTA - Bakal calon presiden (bacapres) Ganjar Pranowo melontarkan kritik soal program maritim selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Adapun, sebagai pembanding, kita bisa menilik dari salah satu programnya, yakni Tol Laut.
Ganjar berpendapat program di sektor kemaritiman tidak mengalami perubahan dalam 10 tahun terakhir. Bacapres dari PDI Perjuangan (PDIP) merasa program yang dicanangkan pemerintah tidak dijalankan dengan serius.
“Mengapa 10 tahun kemaritiman nggak ada perubahan? Ya, nggak niat, Pak. Mau pakai alasan apa lagi,” kata Ganjar dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Jakarta, Rabu (8/11/2023).
Menurutnya, Kepala Negara yang selalu mengutamakan pembangunan infrastruktur ini hanya berfokus untuk di wilayah daratan. Misalnya saja, pembangunan tempat kesahatan, seperti puskemas yang juga perlu dilakukan di wilayah perairan atau puskesmas terapung.
“Tapi kenapa nggak dilakukan? Karena enggak niat. Kalau governance nggak jalan, maka kritiknya muncul,” ujarnya.
Ganjar dan Mahfud MD sebagai calon wakil presiden mengusung misi yang kurang lebih sejalan dengan apa yang dilakukan Presiden Jokowi saat ini.
Baca Juga
Keduanya bakal melanjutkan pemerataan dan meningkatkan nilai tambah dari infrastruktur yang telah terbangun dengan menggerakkan ekonomi rakyat di seluruh simpul konektivitas di Indonesia yang sudah terhubung satu sama lain.
Selanjutnya, untuk mendukung kedaulatan pangan dan mendukung petani, Ganjar-Mahfud bertekad untuk memperbanyak sistem pengairan seperti waduk, bendungan, embung, dan irigasi.
Tak ketinggalan, pasangan calon yang diusung oleh PDI-Perjuangan, PPP, Perindo, dan Hanura ini pun akan melanjutkan dan mempercepat pembangunan megaproyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara secara bertahap.
Lantas, benarkah program maritim Jokowi mandek selama 10 tahun terakhir. Mungkin kita bisa menilik pada Tol Laut yang merupakan salah satu program strategisnya.
Program yang telah dimulai sejak 2015 ini diharapkan dapat mengurangi disparitas harga barang antarwilayah di Indonesia.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, Rabu (9/8/2023), Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan realisasi muatan kapal Tol Laut terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2015, realisasi muatan kapal cuma sebanyak 88 TEUs dan 30 ton.
Kemudian, realisasi tersebut meningkat pada 2016 menjadi 2.742 TEUs dan 4.159 ton. Lalu, pada 2017 naik menjadi sebanyak 233.139 ton, pada 2018 sebanyak 234.305 ton, dan pada 2019 sebesar 8.067 TEUs.
Berlanjut hingga pada 2020, meningkat menjadi sebanyak 18.128 TEUs, pada 2021 mencapai 23.880 TEUs dan 842,85 ton, dan pada 2022 realisasi muatan kapal tol sebanyak 28.991 TEUs dan 983 ton.
Budi Karya berharap sinergi dan kolaborasi antarpemangku kepentingan terus ditingkatkan sejalan dengan pertumbuhan realisasi tersebut.
“Hal ini agar penyelenggaraan program Tol Laut dapat terus berjalan lancar dan memberikan manfaat khususnya di daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan [3TP],” ujarnya.
Adapun, program Tol Laut merupakan salah satu program strategis yang bertujuan untuk melancarkan distribusi logistik antar wilayah dan menjamin ketersediaan bahan kebutuhan pokok dan penting di daerah 3TP, sehingga diharapkan dapat mengurangi disparitas harga barang antarwilayah di Indonesia.
Budi Karya mengharapkan berbagai upaya inovasi untuk meningkatkan kinerja tol laut telah dilakukan, di antaranya digitalisasi layanan melalui aplikasi Sistem Informasi Tol Laut (Sitolaut) dan juga pengembangan pola trayek Tol Laut yang efektif dan efisien menggunakan pola hub and spoke, titip kontainer, dan titip muatan yang mengikutsertakan pelayaran swasta nasional.
Pada tahun ini, penyelenggaraan kewajiban pelayanan Tol Laut telah melayani 39 trayek dengan menggunakan 38 kapal yang menyinggahi 115 pelabuhan. Jumlah ini meningkat signifikan sejak diluncurkan pada tahun 2015, yaitu sebanyak 3 trayek dan 3 kapal, yang menyinggahi 11 pelabuhan.