Bisnis.com, JAKARTA - Berita gembira diperoleh Indonesia pada 27 Oktober 2023. Impian yang lama dinanti menjadi kenyataan. Indonesia berhasil memperoleh keanggotaan penuh (full member) dari Financial Action Task Force (FATF) secara aklamasi. FATF merupakan organisasi internasional inter-governmental yang dibentuk pada 1989 oleh KTT G-7 yang berfokus pada upaya global dalam pemberantasan pencucian uang, pendanaan terorisme, dan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal.
FATF memiliki 39 negara anggota, antara lain Australia, Belgia, Prancis, Jerman, Inggris, Swiss, Amerika Serikat. Indonesia tampil sebagai penggenap jumlah keanggotan FATF menjadi 40 negara. Indonesia menyusul negara anggota G20 lainnya yang sudah terlebih dahulu memperoleh keanggotaan penuh FATF.
Untuk dapat memperoleh keanggotaan FATF, Indonesia telah melalui perjalanan yang panjang, yakni sejak 2001, ketika Indonesia diterima menjadi anggota Asia/Pacific Group on Money Laundering (APG). Sejak saat itu, Indonesia terus berupaya melakukan serangkaian perbaikan secara intensif dalam rangka upaya pembenahan fundamental pada implementasi rezim Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (APU PPT) selama bertahun-tahun.
Sebelum menuju full member of FATF, Indonesia terlebih dahulu ditetapkan sebagai negara observer FATF di tahun 2015. Selanjutnya pada 2022 Indonesia mengikuti Mutual Evaluation (ME). ME adalah sebuah proses peninjauan atau pemeriksaan dokumen dan on-site visit asesmen yang dilakukan oleh Tim Accessor FATF untuk memastikan efektivitas rezim APU-PPT di Indonesia. Penilaian on-site visit telah berlangsung pada 18 Juli—4 Agustus 2022 yang kemudian dilanjutkan dengan 3 (tiga) kali plenary meeting.
Untuk memperoleh keanggotaan penuh, Indonesia harus memenuhi 40 FATF Recommendations tentang pemberantasan pencucian uang dan pendanaan teroris yang melingkupi sistem peradilan pidana dan penegakan hukum, sistem finansial, dan regulasi serta kerja sama internasional. Selain itu, Indonesia harus mematuhi 11 Immediate Outcome (IO) yang mencakup berbagai aspek antara lain: risiko, kebijakan dan koordinasi, kerja sama internasional, pengawasan, preventive measures, intelijen keuangan, investigasi dan penuntutan atas pencucian uang, penyitaan, investigasi dan penindakan pendanaan terorisme dan sanksi keuangan atas pendanaan proliferasi.
Dukungan Pemerintah pun menjadi kunci penting keberhasilan Indonesia. Sejak 2016 melalui Perpres No. 117, telah dibentuk Komite TPPU Nasional yang bertugas mengkoordinasikan penanganan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Komite TPPU berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, yang terdiri dari 16 Pimpinan kementerian dan lembaga. TPPU diketuai oleh Menkopolhukam, dengan wakil ketua Menko Perekonomian, sekretaris Kepala PPATK dan anggota antara lain : Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Kepala Dewan Komisioner OJK, Kapolri, Kepala BIN, BNPT dan BNN.
Berbagai manfaat dapat diperoleh Indonesia atas keanggotaan penuh FATF, yaitu Indonesia dapat melakukan benchmarking, agar kemudian bisa mencegah (prevention) dan mengambil langkah-langkah yang tepat, agar lembaga keuangan dan bisnis lainnya tidak dijadikan surga bagi pelaku tindak pidana pencucian uang, pendanaan terorisme dan proliferasi senjata pemusnah massal.
Dengan demikian, dalam jangka panjang, Indonesia diharapkan akan memiliki sistem keuangan yang lebih transparan, stabil dan memiliki integritas tinggi yang diakui oleh dunia internasional. Hal tersebut akan menjadi pijakan bagi perkembangan ekonomi Indonesia di mata dunia, yang dapat meningkatkan peringkat Indonesia di berbagai aspek, termasuk investasi (investment ranking) sehingga dapat berkontribusi positif pada visi Indonesia Emas 2045 yaitu mewujudkan Indonesia sebagai “Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan”.
Pascapencapaian luar biasa ini, Indonesia perlu terus mewaspadai evolusi cepat dari tipologi tindak pencucian uang, pendanaan terorisme dan proliferasi senjata pemusnah massal, dengan terus menerus melakukan penguatan aspek pengaturan dan pengawasan industri keuangan. Indonesia juga perlu untuk terus berkoordinasi, berkolaborasi dan membangun sinergi lintas otoritas dan yurisdiksi, bahkan mengoptimalkan penegakan hukum yang mampu memberikan efek jera bagi pelaku TPPU, TPPT dan PPSM. Dengan demikian, stabilitas industri keuangan diharapkan dapat terus terjaga dan Indonesia dapat mempertahankan status keanggotaan penuh FATF.