Bisnis.com, JAKARTA - China meningkatkan impor batu bara bermutu tinggi dari Australia dan Rusia. Hal ini dikarenakan pengguna mengimbangi memburuknya kualitas batu bara yang ditambang di dalam negeri, dengan bahan bakar dari luar negeri.
Mengutip Bloomberg, Kamis (21/9/2023), menurut data terbaru dari pihak bea cukai China, ekspor batu bara termal Australia untuk pembangkit listrik dan batu bara kokas untuk pembuatan baja naik menjadi 6,69 juta ton pada Agustus 2023. Angka tersebut mencatatkan jumlah tertinggi sejak Juli 2020.
Kemudian, batu bara Rusia juga mendapatkan dukungan setelah invasi ke Ukraina. Rusia beralih ke sekutu strategisnya untuk menjual komoditas yang dihindari oleh pembeli lain dan seringkali dengan harga yang didiskon.
Impor dari Rusia pada Agustus 2023 sendiri mencatatkan level tertinggi dalam dua tahun ini ini sebesar 9,96 juta ton.
Selanjutnya, impor batu bara China termasuk lignit berkualitas rendah mencapai rekor tertinggi sepanjang masa sebesar 44 juta ton pada Agustus 2023. Sementara itu, produksi dalam negeri sebesar 382 juta ton juga menjadi rekor untuk saat ini.
Impor selama delapan bulan pertama juga mencatatkan dua kali lipat menjadi 306 juta ton, yakni lebih dari yang biasanya negara China impor dalam setahun.
Baca Juga
Peningkatan pasokan ini terjadi ketika pemerintah berusaha untuk menghindari kekurangan pasokan listrik, yang telah melumpuhkan perekonomian dalam beberapa tahun terakhir.
Kemudian, keinginan China dengan ketergesaannya untuk mengekstraksi lebih banyak batu bara juga telah mempengaruhi kualitas produksi dalam negeri. Untuk itu, dibutuhkan lebih banyak bahan bakar untuk menghasilkan jumlah panas yang sama.
"Pengiriman batubara Rusia dan Australia mengambil pangsa pasar dari eksportir terbesar Cina, Indonesia, tahun ini," jelas analis di Fenwei Energy Information Service Co, Amy Xu.
Xu juga mengatakan bahwa pembangkit listrik, serta sektor-sektor hilir seperti kimia, konstruksi dan peleburan logam, mencari kualitas yang lebih tinggi untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Di lain sisi, batu bara dari Mongolia, yang sebagian besar berupa batu bara kokas juga naik dengan rekor sebesar 6,84 juta ton pada Agustus 2023. Indonesia kemudian berada di peringkat keempat dengan batu bara termal dan batu bara kokasnya yang sebesar 5,89 juta ton.
Namun, Indonesia sendiri tetap menjadi pemasok luar negeri terbesar bagi China, karena pengirimannya meliputi sejumlah besar lignit, yang lebih murah namun kualitasnya lebih rendah.
Fenwei Energy kemudian memperkirakan total impor tahunan China mencapai 446 juta ton. Angka tersebut dapat mematahkan rekor sebelumnya yang sebesar 323 juta ton pada 2021. Namun, hal ini juga menyiratkan bahwa pengiriman akan melambat hingga akhir tahun. Fenwei memproyeksi bahwa terdiri dari 359 juta ton batu bara termal dan 87 juta ton batu bara kokas.
Sedangkan, Citic Securities Co. memperkirakan impor tahunan akan naik menjadi 400 juta hingga 420 juta ton, menurut sebuah webcast pada hari Selasa (19/9).