Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Utama Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan (LPPNPI)/Airnav Polana B. Pramesti memaparkan terdapat piutang senilai Rp1,52 triliun dari sejumlah maskapai penerbangan.
Tercatat sejak 2018 hingga kuartal II/2023, Airnav membukukan kinerja piutang mencapai 1,52 triliun dari maskapai, termasuk Garuda Indonesia.
“Ini piutang, [secara] akumulasi,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XI dengan DJKN, LPPNP, dan BPUI, Senin (18/9/2023).
Dalam paparanya, tercatat pada 2018 terdapat piutang dari perusahaan yang menggunakan jasa Airnav senilai Rp819 miliar. Kemudian pada 2019, jumlah piutang meningkat menjadi Rp912 miliar.
Kinerja piutang Airnav semakin tinggi pada 2020 menjadi Rp1,25 triliun dan terus bertambah setiap tahunnya, tertinggi pada 2022 senilai Rp1,54 triliun.
Poalan menyebutkan bahwa jumlah piutang tersebut memang berakumulasi, terutama semakin tinggi kala pandemi Covid-19. Secara komposisi, sebanyak 76 persen berasal dari domestik atau dalam negeri, sementara 24 persen lainnya merupakan maskapai asing.
“Perusahan ada lumayan banyak. Ada yang sudah direstrukturasi juga. Garuda Indonesia, Citylink, Liongrup, Air Asia, Sriwijaya, Super Air Jet, dan Susi,” jelasnya.
Sementara itu, terdapat 16 perusahaan asing yang disebutkan bahwa sudah tidak lagi beroperasi, seperti Indonesia Air Asia Extra dan Tiger Air.
“Ada 16 perusahaan [asing]. Mereka masih kami tagih,” tambah Polana.
Adapun, Airnav berencana meminta penyertaan modal negara (PMN) tunai sebesar Rp659,19 triliun dan non tunai Rp892 miliar. Secara total, PMN yang diusulkan mencapai Rp1,55 triliun.
PMN tersebut diperuntukkan unutk peremajaan air traffic management (ATM) system sebagai upaya memenuhi fitur standar penerbangan sesuai dengan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), seperti milik Singapura dan Australia.
“Ini penting agar teknologi navigasi penerbangan ktia setara dengan negara tetangga, terutam Singaparu dan Australia,” katanya.
Sementara itu, rencana penggunaan PMN untuk ATM system di Jakarta membutuhkan dana sebesar Rp471,9 miliar. Sementara di Balikpapan membutuhkan dana Rp108,7 miliar, Medan butuh Rp76,2 miliar, dan Pontianak sebesar Rp60,7 miliar.
Pada rapat tersebut, Anggota Komisi XI Melchias Markus Mekeng meminta agar urusan piutang ini diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).
“Saya rekomendasi langsung serahkan kepada PUPN, kasih waktu 1 bulan, 1 bulan tidak dibayar masukkan aparat penegak hukum. Jangan terlalu kasih enak sementara rakyat yang bayar untuk PMN,” katanya.