Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengatakan puncak emisi dari sektor kelistrikan Indonesia bakal terjadi di rentang 2035 atau 2040.
Menteri Arifin mengatakan target puncak emisi sektor kelistrikan dapat dipercepat dari target, asalkan terdapat bantuan pendanaan dari komunitas global.
Komitmen itu disampaikan Arifin saat Pertemuan Clean Energy Ministerial ke-14 dan Mission Innovation ke-8 di Goa, India, Jumat (21/7/2023).
"Namun kita akan dapat mencapainya lebih cepat apabila mendapat dukungan internasional," kata Arifin seperti dikutip dari siaran pers, Minggu (23/7/2023).
Arifin menambahkan komitmen untuk mencapai nol emisi karbon tersebut mesti ditopang oleh kerja sama penggunaan teknologi mutakhir serta industri pendukung.
Menurutnya, ketersediaan teknologi bersih dengan harga terjangkau masih menjadi tantangan dari sejumlah negara yang ingin beralih pada ekonomi rendah karbon.
Baca Juga
"Kerja sama dan solusi dalam teknologi memiliki peran yang kritikal dalam dekarbonisasi sektor kelistrikan dan industri yang hard-to-abate. Adapun kendaraan listrik berbasis baterai menjadi teknologi kunci untuk menurunkan emisi di sektor transportasi," ujarnya.
Arifin menambahkan, Indonesia memiliki target 2 juta mobil listrik dan 13 juta sepeda motor listrik pada 2030 mendatang. Saat ini Pemerintah memberikan insentif kepada masyarakat dalam membeli kendaraan listrik baru maupun konversi sepeda motor berbahan bakar minyak menjadi sepeda motor listrik.
"Kami mengharap investasi dan kerja sama untuk mengubah pengolahan nikel menjadi industri manufaktur baterai, memberikan nilai tambah bagi sumber daya mineral kita, dan menciptakan lapangan pekerjaan di Indonesia," ucap Arifin.
Selain itu, dia juga menggarisbawahi peran fasilitas penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon atau carbon capture, utilization and storage (CCUS) untuk dekarbonisasi industri hulu migas dan sektor industri yang hard-to-abate, seperti semen dan petrokimia.
"Kami membutuhkan dukungan investasi dan penelitian bersama untuk mengembangkan potensi penyimpanan CO2 kami dari minyak dan gas yang habis dan akuifer garam dengan total kapasitas penyimpanan 12,2 miliar ton CO2. Kami memiliki 15 proyek CCS/CCUS yang akan beroperasi sebelum tahun 2030 dengan kapasitas penyimpanan hingga 68 juta ton CO2," jelasnya.
Selain itu, peran hidrogen hijau juga dapat dimanfaatkan untuk dekarbonisasi sektor hard-to-abate. Indonesia memiliki lebih dari 3.600 GW potensi energi terbarukan yang dapat dimanfaatkan untuk memproduksi hidrogen hijau untuk memenuhi permintaan domestik dan pasar ekspor.
"Untuk mempercepat pemanfaatan hidrogen, biaya hidrogen harus kompetitif. Hal ini dapat dicapai melalui pembentukan pasar perdagangan karbon global, dan kerja sama internasional untuk dukungan keuangan, berbagi teknologi, dan peningkatan kapasitas," ujar Arifin.
Dalam kesempatan tersebut, Arifin juga mengapresiasi negara-negara anggota International Partners Group untuk program Just Energy Transition Partnership (JETP) Indonesia dalam upayanya mengakselerasi dekarbonisasi sektor kelistrikan melalui pensiun dini PLTU dan pengembangan infrastruktur pembangkit dan transmisi energi terbarukan.