Bisnis.com, JAKARTA – Eksportir beras di India mengungkapkan adanya potensi pembatalan kontrak sebanyak 2 juta metrik ton beras untuk pasar global sebagai imbas dari penutupan keran ekspor.
Sekretaris Perusahaan Perusahaan Umum Badan Usaha Logistik (Perum Bulog), Awaludin Iqbal, menyampaikan bahwa sejauh ini belum ada kontrak importasi beras dari India untuk kebutuhan cadangan beras pemerintah (CBP).
“Untuk tahap 2 belum ada kontrak sama India, kami kontrak sama Thailand dan Vietnam,” kata Awaludin kepada Bisnis, Minggu (23/7/2023).
Sebagaimana diketahui, Perum Bulog mendapatkan izin untuk melakukan importasi sebesar 2 juta ton beras untuk tahun ini.
Pada tahap 1, Perum Bulog telah melaksanakan pembelian beras sebanyak 500.000 ton, sedangkan pada tahap 2 yang berlangsung hingga akhir Juli ini akan masuk sebanyak 300.000 ton.
Artinya, masih ada jatah sekitar 1,2 juta ton untuk menyelesaikan importasi. Namun, untuk tahap selanjutnya, Iqbal mengatakan belum ada rencana impor beras dari India sambil melihat perkembangan produksi dalam negeri.
Baca Juga
Sebagai informasi, India mengambil kebijakan melarang ekspor beras putih non-basmati. Kebijakan ini dinilai para eksportir di India akan mendorong para pedagang untuk membatalkan kontrak dalam menjual sekitar 2 juta metrik ton beras di pasar dunia.
Melansir Reuters, Minggu (23/7/2023), India yang menyumbang 40 persen dari ekspor beras dunia, telah resmi menghentikan ekspor beras kategori terbesarnya sebagai upaya untuk meredakan kenaikan harga-harga domestik yang naik ke level tertinggi karena cuaca yang tidak menentu mengancam produksi.
Lebih lanjut, Iqbal mengatakan bahwa beras impor yang masuk ke Indonesia sebagian besar berasal dari Thailand, Vietnam, dan Pakistan. Dengan demikian, Bulog memastikan stok beras dalam negeri aman meski ada larangan ekspor dari India.
Diberitakan Bisnis sebelumnya, dalam menghadapi ancaman El Nino, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Pemerintah India untuk pasokan beras tersebut.
Nantinya, beras impor sebanyak 1 juta ton yang merupakan di luar mandat 2 juta ton tersebut, akan didatangkan jika sewaktu-waktu stok beras dalam negeri berkurang.
“Saya sudah [tandatangani] MoU dengan India 1 juta [ton], sewaktu-waktu kita bisa beli. Tapi harga sudah diikat, sudah G to G antara pemerintah dengan pemerintah kita sudah pesan 1 juta,” kata Zulhas di Kantor Kementerian Perdagangan, Kamis (15/6/2023).
Pihak Kemendag hingga saat ini belum memberikan pernyataan terkait kelanjutan dari MoU tersebut meski ada larangan ekspor beras dari India.
Potensi Kenaikan Harga
Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, melihat dengan ditutupnya keran ekspor dari negara produsen beras terbesar di dunia tersebut langsung mengerek harga beras di tingkat global.
Terpantau dalam Trading Economics, harga beras berjangka mendekati $16 per seratus kilogram per 21 Juli 2023, tertinggi sejak akhir Mei. Kenaikan tersebut di tengah meningkatnya ancaman berkurangnya pasokan dari produsen-produsen utama dunia.
Sementara itu, Khudori melihat dampak larangan ekspor tersebut belum akan terasa di dalam negeri sepanjang stok CBP dalam kondisi yang aman.
"Dampak ke harga akan terasa kalau cadangan beras pemerintah yang dikelola Bulog rendah karena terkuras untuk operasi pasar atau intervensi pasar lainnya. Hari-hari ini intervensi lewat operasi pasar, setahu saya belum besar," katanya, Minggu (23/7/2023).
Akan tetapi, Khudori menyebutkan jika CBP ini tidak terkuras untuk intervensi dan kuota impor yang diberikan ke Bulog secara gradual bisa didatangkan, jumlah CBP akan berangsur-angsur membesar. Hal ini akan menjaga psikologi pasar dan membuat harga lebih terjaga.