Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) angkat bicara terkait kendala keterlambatan (delay) penerbangan yang masih kerap terjadi. Keterlambatan dipicu oleh ketidakseimbangan antara pertumbuhan jumlah penumpang dan ketersediaan armada.
Terbaru, Kementerian Agama (Kemenag) meminta maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) dan Saudia Airlines lebih serius dalam melayani penerbangan haji. Hingga saat ini, sudah ada 15 kali keterlambatan (delay) atau perubahan jadwal.
Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Kemenag, Saiful Mujab, menuturkan keterlambatan itu terjadi baik dalam penerbangan Garuda Indonesia maupun Saudia Airlines.
“Maskapai, baik Saudia Airlines maupun Garuda Indonesia, harus lebih kooperarif dalam menginformasikan setiap perubahan atau keterlambatan penerbangan. Maskapai juga harus lebih solutif,” kata Saiful.
Juru Bicara Kemenhub, Adita Irawati, mengatakan, keterlambatan pesawat yang masih terjadi baik pada penerbangan reguler maupun haji disebabkan oleh ketimpangan antara pertumbuhan jumlah penumpang dan armada pesawat.
Dia mengatakan, pertumbuhan jumlah penumpang pesawat kini sudah mendekati level sebelum pandemi Covid-19 pada 2019 lalu.
Baca Juga
Di sisi lain, jumlah pesawat yang beroperasi pada sektor penerbangan Indonesia saat ini cenderung terbatas. Adita menuturkan, jumlah pesawat saat ini masih lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelum pandemi.
“Dari hal ini ada efek terhadap keterlambatan dari aspek teknis dan operasional," katanya, dikutip pada Kamis (8/6/2023).
Dari sisi teknis, Adita mengatakan maskapai dapat langsung mengganti pesawat yang terkendala dengan armada cadangannya pada masa sebelum pandemi. Upaya penggantian pesawat dengan cepat tersebut belum bisa dilakukan saat ini mengingat jumlah armada yang berkurang.
Pergantian pesawat yang terkendala ini, lanjut Adita, akan menimbulkan efek domino pada penerbangan lain.
Dia melanjutkan, masalah keterlambatan penerbangan ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Adita menuturkan, tren serupa juga terjadi pada penerbangan-penerbangan di negara lain.
Adapun, hal ini salah satunya dipicu oleh masih terbatasnya ketersediaan suku cadang (sparepart) pesawat. Adita menuturkan, kelangkaan suku cadang pesawat terjadi secara global akibat pabrik-pabrik yang belum beroperasi di level sebelum pandemi.
"Para pekerja pabrik suku cadang itu belum kembali lagi seperti dulu. Ini yang kami lihat sebagai tantangan internasional, tidak hanya di Indonesia" ungkapnya.