Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Riset DBS Sebut Ekonomi Melambat Jelang Pemilu, Ada Potensi Rebound?

Perekonomian Indonesia cenderung melambat menjelang pelaksanaan pemilihan umum atau pemilu, tetapi selalu pulih satu kuartal setelahnya.
Gedung-gedung bertingkat di jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan. JIBI/Feni Freycinetia
Gedung-gedung bertingkat di jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan. JIBI/Feni Freycinetia

Bisnis.com, JAKARTA — Perekonomian Indonesia cenderung melambat menjelang pelaksanaan pemilihan umum atau pemilu, tetapi selalu pulih satu kuartal setelahnya. Dunia usaha cenderung menunggu atau wait and see saat pemilu dan aktivitas ekonomi langsung berlanjut ketika hasil tidak resmi pemilu mulai muncul.

Ekonom senior DBS Bank Radhika Rao menjelaskan bahwa berdasarkan analisis tren ekonomi dan pasar Indonesia di siklus pemilu, terdapat pola yang berulang. Pola itu terlihat dalam pelaksanaan pemilu 2004, 2009, 2014, dan 2019.

DBS Macro and Strategy Team menganalisis dampak dan siklus atas enam variabel di setiap pelaksanaan pemilu, yakni pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) riil, konsumsi, inflasi, belanja pemerintah, investasi asing langsung, dan kinerja mata uang.

Berdasarkan analisis itu, terdapat kecenderungan pertumbuhan ekonomi melambat sebelum pemilu berlangsung, lalu mencapai titik pertumbuhan yang stabil. Menariknya, setelah pemilu justru kerap terjadi pertumbuhan ekonomi.

"Kecenderungan PDB riil menunjukkan bahwa pertumbuhan cenderung melambat hingga dua triwulan menjelang triwulan pemilu, kemudian stabil, sebelum kemudian menguat. Pengamatan ini didukung oleh kecenderungan umum pelaku ekonomi untuk berhati-hati menjelang siklus pemilu," ujar Radhika pada Rabu (17/5/2023).

Menurutnya, para pelaku ekonomi mempertimbangkan keungkinan perubahan dalam agenda ekonomi dan regulasi, sehingga pertumbuhan ekonomi cenderung stabil di bulan-bulan pelaksanaan pemilu. Setelah hasil tidak resmi dari pemilu itu muncul, kegiatan usaha berlanjut kembali sehingga memicu pertumbuhan.

DBS Macro and Strategy Team juga menemukan bahwa dalam empat pemilu terakhir terdapat kecenderungan bahwa konsumsi rumah tanga justru meningkat hingga satu kuartal sebelum pelaksanaan pemilu. Setelah itu, pergerakannya cenderung stabil dengan sedikit bias penurunan.

"Hal itu kemungkinan besar mencerminkan peningkatan permintaan dan pengeluaran di sekitar periode kampanye menjelang pemungutan suara, di samping pengeluaran sebelum hari raya. Ketika katalis ini berlalu, permintaan kemungkinan besar akan kembali ke jalur sebelum pemilu," kata Radhika.

Menurutnya, terdapat faktor lain yang tidak biasa maupun siklus bisnis dalam tahun-tahun pemilu sebelumnya, sehingga memengaruhi kecenderungan konsumsi dan pertumbuhan ekonomi. Misalnya, pada 2009 terdapat keberhasilan antisipasi krisis keuangan global, lalu pada 2014 adanya stabilisasi pasca pengetatan kebijakan moneter The Fed setahun sebelumnya.

DBS juga menemukan bahwa berdasarkan variabel aktivitas, pengeluaran pemerintah, terutama pemerintah pusat cenderung melambat pada kuartal-kuartal menjelang pemilu. Namun, belanja itu cenderung meningkat pada kuartal setelah pelaksanaan pemilu.

"Itu berlaku untuk pengeluaran baik fiskal nominal maupun riil [disesuaikan dengan inflasi], yang mungkin mencerminkan gagasan bahwa pemerintahan baru mendatang mungkin memprioritaskan kembali alokasi pengeluaran, yang cenderung memperlambat pencairan dana menjelang pemilu," kata Radhika.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper