Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri menilai kondisi Indonesia tidak banyak berubah setelah 25 tahun reformasi. Jika dulu negara dikuasai konglomerasi, kini Indonesia justru berada dalam pusaran oligarki.
“Konglomerasi berubah bentuk menjadi oligarki karena sentimen anti-China, sekarang pribumi. Waktu itu konglomerat tidak menguasai SDA [Sumber Daya Alam] seperti sekarang. Dulu SDA dikuasai oleh negara, sekarang enggak,” ujarnya dalam diskusi publik, Selasa (16/5/2023).
Secara sederhana, konglomerasi merupakan perusahaan besar yang memiliki banyak anak perusahaan di berbagai bidang. Adapun, oligarki adalah suatu bentuk pemerintahan dalam sebuah negara, yang kekuasaannya dipegang oleh kelompok tertentu.
Faisal mengatakan bahwa pada era sebelum reformasi, SDA masih dikelola oleh negara dan memiliki kontribusi besar bagi pendapatan negara melalui pajak. Namun, kondisi tersebut sangat jauh berbeda saat ini, salah satunya terkait batu bara.
Dia mencontohkan bahwa ekspor batu bara pada 2022 tercatat mencapai Rp850 triliun, tetapi negara disebut enggan mengambil pajak ekspor. Hal ini pun membuat negara tidak mendapatkan windfall profit.
Menurutnya, kondisi itu mampu membuka celah bagi pengusaha di bidang tersebut untuk menentukan siapa pemimpin Indonesia pada pemilihan umum (pemilu) tahun depan.
Baca Juga
“Dikasih Rp100 triliun untuk Pilpres [Pemilihan Presiden] yang akan datang, selesai. Dia yang menentukan, saya mau yang ini atau mau yang ini,” pungkasnya.
Selain itu, kata Faisal, jika sebelumnya ketimpangan terlihat dari etnisitas, kini ketimpangan lebih diperlihatkan oleh jurang antara si kaya dan miskin yang semakin menganga.
“Jadi, 1 persen orang kaya menguasai kira-kira 45 persen kekayaan nasional, 10 persen menguasai kira-kira 75 persen ekonomi nasional. Dan, di tengah Covid-19 pun, orang kaya di Indonesia naik,” kata Faisal.
Selain itu, ketimpangan juga terlihat dari aset deposit di bank. Faisal menyebutkan bahwa rekening masyarakat yang memiliki saldo di bawah Rp100 juta mencapai hampir 99 persen.
Adapun, orang dengan simpanan senilai Rp5 miliar lebih yang hanya mencapai 0,03 persen mencatatkan pertumbuhan nilai dari 40 persen menjadi lebih dari 50 persen saat ini.
“Ketimpangannya sekarang dahsyat sekali dan itu riil karena kan pendapatan atau setidaknya tabungan,” pungkasnya.