Bisnis.com, JAKARTA — Yuan, mata uang China, diperkirakan pasti akan diadopsi untuk lebih banyak pembayaran internasional, meski secara perlahan, sehingga akan mengimbangi dominasi dolar AS (Amerika Serikat). Sinyal dedolarisasi kian nyata?
Dalam satu hari terakhir, data menunjukkan bahwa transaksi lintas batas dengan China lebih banyak diselesaikan dalam yuan daripada dalam dolar AS untuk pertama kalinya.
Argentina misalnya, menyatakan akan melakukan transaksi perdagangan dengan menggunakan yuan secara reguler, bukan dolar AS.
Meski dolar AS masih mendominasi penyelesaian transaksi perdagangan dunia, namun saat ini semakin banyak kesepakatan bilateral yang mengatur pembayaran dalam yuan dengan China. Mulai dari pembelian minyak China di Timur Tengah hingga perdagangan dengan mitra dagang Brazil hingga Rusia.
Adopsi yuan secara global dinilai tidak mungkin terjadi, mengingat ekspektasi Beijing ingin tetap memegang teguh mata uangnya. Namun demikian, perkembangan saat ini telah membentuk arsitektur perdagangan baru dan semakin cepat, terutama karena keluarnya Rusia dari sebagian besar sistem pembayaran Barat sehingga telah mempercepat pengembangan alternatif.
"Eksportir dan importir komoditas terbesar di dunia, China, Rusia, dan Brasil, kini bekerja sama menggunakan renminbi untuk pembayaran lintas batas," kata pakar strategi investasi senior di BNP Paribas Asset Management di Hong Kong, Chi Lo, melansir Reuters, Jumat (28/4/2023).
Baca Juga
Dia mengatakan kerja sama negara-negara tersebut dapat menarik negara-negara lain untuk menggunakan renminbi dari waktu ke waktu dan secara kumulatif, kelompok ini dapat mengangkat renminbi dengan mengorbankan dolar AS.
Adapun, China telah lama berusaha meningkatkan pangsa 2,2 persen yuan yang sangat kecil dalam pembayaran global.
Perang Rusia di Ukraina, dan sanksi-sanksi oleh Barat kepada Rusia menjadi faktor utama pada dorongan ini. Akibatnya, Rusia mendadak menjadi pusat perdagangan yuan terbesar keempat di luar Cina.
Pangsa pasar mata uang yuan di pasar mata uang Rusia telah melonjak menjadi 40 hingga 45 persen, dari kurang dari 1 persen pada awal tahun lalu.
Pangsa pasarnya dalam pembiayaan perdagangan dunia, menurut SWIFT, telah meningkat menjadi 4,5 persen pada Februari dari 1,3 persen dua tahun lalu, sementara dolar AS mencapai 84 persen.
“Renminbi tidak akan menggantikan dolar AS secara global, tetapi sudah mulai menggantikan dolar AS dalam beberapa hubungan perdagangan China,” kata Gerard DiPippo dan Andrea Leonard Palazzi, ekonom di Pusat Studi Strategis dan Internasional di Washington, dalam sebuah artikel.
Internasionalisasi renminbi semacam ini dapat mencapai tujuan-tujuan Beijing, termasuk mengurangi eksposur China terhadap fluktuasi nilai tukar dan mengurangi kerentanan China terhadap sanksi-sanksi keuangan AS.