Bisnis.com, JAKARTA — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN telah mengumumkan menggandeng International Energy Agency (IEA) untuk mematangkan Just Energy Transition Partnership Investment and Policy Plan (JETP IPP) dalam mengakselerasi transisi energi di Indonesia. Kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman antara kedua belah pihak kemarin.
JETP adalah salah satu hasil kesepakatan pemimpin negara di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada 2022 lalu.
Proyek ini bertujuan untuk merealisasikan kerja sama pendanaan transisi energi. Termasuk di dalamnya menyelesaikan roadmap pensiun dini pembangkit listrik tenaga batu bara alias pensiun dini PLTU, memobilisasi investasi, serta mendukung mekanisme pembiayaan yang dituangkan dalam Comprehensive Investment Plan (CIP).
Sementara IEA merupakan lembaga independen yang diisi oleh para profesional untuk menjadi rujukan dunia terkait dengan analisis, data, rekomendasi kebijakan, solusi pembangunan ketahanan energi, ekonomi berkelanjutan dan pembangunan lingkungan. Lembaga ini berbasis di Paris yang didirikan dalam kerangka Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi pada tahun 1974 setelah Krisis minyak tahun 1973.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan kolaborasi kali ini merupakan bentuk lanjutan setelah beragam proyek sebelumnya. Dalam kolaborasi terbaru ini akan dikhususkan untuk mencapai target pengurangan emisi karbon.
"Kami memiliki visi yang sama untuk menyongsong masa depan. Masa depan energi berkelanjutan,” kata Darmawan melalui siaran pers, Rabu (19/4/2023).
Baca Juga
Darmawan juga menjelaskan dalam menjalankan proyek transisi energi terdapat banyak tantangan. Salah satu tantangannya berkaitan dengan proyeksi pertumbuhan permintaan listrik di Indonesia yang dinamis.
"PLN dan IEA akan menjadi pionir, menunjukkan kepada dunia bahwa roadmap transisi energi dapat dibangun melalui kolaborasi. Dapat dibangun secara komprehensif dari hulu ke hilir," kata Darmawan.
Pada 2030 mendatang, tantangan emisi karbon pada sektor ketenagalistrikan yang dikelola PLN, akan mencapai 433 juta ton pada skenario business as usual. Upaya pada RUPTL 2021-2030 akan menurunkan emisi menjadi 335 juta metrik ton CO2, yang menjadi landasan untuk bisa mencapai target net zero emission (NZE) pada 2060. NZE ini juga berarti padamnya seluruh pembangkit PLN yang berbahan bakar batu bara hingga BBM solar.
Upaya pencapaian NZE tersebut memerlukan langkah-langkah akselerasi antara lain dengan menggaet pendanaan yang murah untuk mendanai investasi yang besar.
"Kami memiliki tujuan bersama, yaitu mencapai net zero emissions. Yang kami butuhkan adalah mengkonsolidasikan tiap langkah," tuturnya.
Indonesia sebagai negara kepulauan juga dinilai IEA perlu meningkatkan interkoneksi sistem kelistrikan. Hal ini penting untuk menjamin akses listrik yang merata bagi seluruh masyarakat. Dengan sistem interkoneksi yang andal akan berpengaruh pada harga listrik yang terjangkau bagi masyarakat.
Executive Director of IEA Fatih Birol menjelaskan pihaknya mendukung penuh langkah Indonesia dalam transisi energi. Upaya Indonesia dalam mengurangi emisi karbon akan berdampak langsung pada pengurangan emisi karbon.
"Kami mendukung penuh Indonesia dalam proyek transisi energi. Dukungan IEA kepada Indonesia bisa menjadi pendorong untuk berbagai pihak melakukan kolaborasi bersama dalam proyek transisi energi," kata Fatih Birol.
Kedua pihak akan bekerja sama dalam pemantapan roadmap NZE yang sudah dibuat oleh Indonesia. Kedua pihak juga akan mempertajam skema JETP dalam menggaet kolaborasi investasi untuk membiayai proyek transisi energi di Indonesia.
Khususnya dalam proyek pengembangan pembangkit EBT, pembangunan green energy enabling transmission line dan juga peningkatan kapasitas sumber daya manusia Indonesia untuk bersiap menyongsong era baru dalam perkembangan energi ke depan.