Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kontroversi 'Anak-anak Presiden' di Kasus Transaksi Janggal Rp349 T

Ekonom Indef Didik J. Rachbini mengungkapkan adanya kontroversi di antara anak-anak Presiden terkait transaksi janggal Rp349 triliun.
Menkeu Sri Mulyani dan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana  dan Menkopolhukam Mahfud MD melakukan konferensi pers di kantor Kemenkopolhukam, Senin (20/3/2023).
Menkeu Sri Mulyani dan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana dan Menkopolhukam Mahfud MD melakukan konferensi pers di kantor Kemenkopolhukam, Senin (20/3/2023).

Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J. Rachbini melihat kontroversi yang terjadi di antara "anak-anak Presiden" atau lintas kementerian/lembaga soal transaksi janggal senilai Rp349 triliun yang diduga terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU). 

Pertentangan secara terbuka antara Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana beserta DPR, yang dirinya sebut sebagai ‘anak’anak presiden’, justru merusak pemerintahan itu sendiri. 

“Pertarungan seperti ini merusak diri sendiri, mencederai tatanan kelembagaan, dan mengacaukan suasana psikologis yang semakin buruk.  Kisruh ini pertarungan terbuka diantara 'anak-anak Presden' sendiri sambil disaksikan oleh jutaan mata rakyat secara meluas,” ungkapnya, Kamis (30/3/2023). 

Isu-isu yang menerpa Kementerian Keuangan beberapa bulan terakhir justru menurutnya menutup isu miring lainnya seperti isu politik dan penundaan pemilu. Menurut Didik, Jokowi justru diuntungkan dengan situasi yang terjadi saat ini. 

“Isu-isu demokrasi yang mundur masuk jurang [backsliding], isu politik miring tiga periode dan pertambahan masa jabatan presiden dengan menunda pemilu, serta berbagai isiu miring lainnya menjadi hilang sirna dari pandangan dan pengamatan publik,” katanya. 

Rektor Universitas Paramadina tersebut menyebutkan jika kontroversi ini dibiarkan akan terus menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah, apabila antara K/L saja tidak saling percaya. 

Dirinya khawatir modal sosial pemerintahan semakin tergerus negatif dan akan diturunkan sebagai modal sosial yang lemah pada masa berikutnya.

Didik menyayangkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) seperti membiarkan masalah ini terus berkembang menjadi isu-isu buruk dan semakin tidak terkendali. Masyarakat juga semakin bingung, termasuk silang pendapat di rapat dengan DPR.  

Bentuk Pansus

DPR memiliki peluang untuk mengendalikan isu yang menjadi ‘bola liar’ dengan mekanisme yang baik yaitu pembentukan panitia khusus (pansus) dari Komisi III maupun Komisi XI DPR. Dengan pembentukan pansus, maka DPR dapat mendinginkan suasana saat ini. 

“Pansus dapat dijalankan 3-4 minggu ke depan setelah lebaran di mana hati yang sabar dan dingin akan menjadi modal menyelesaikan masalah bangsa yang rumit ini,” tuturnya. 

Bila terdapat pansus, dapat meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit investigatif yang akan menghilangkan dugaan dan analisis liar yang terus menerus berkembang di publik. 

Berbeda dengan rapat komisi yang hanya meraba-raba hal-hal terkait dengan transaksi janggal, audit seperti dapat menjelaskan dengan data, siapa yang melakukan tindakan penyelewengan atau kecurangan, terutama terkait APBN.

Meski masing-masing K/L telah memberikan pernyataan, bahkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan secara rinci Rp349 triliun, menurut Didik masih simpang siur keterkaitannya dengan kementerian.   

Bila ada audit investigatif, hasil dapat disampaikan kepada publik dan menghentikan ‘bola liar’ tersebut. 

Bahkan BPK dan Pansus dapat memanggil pihak-pihak yang terkait dana tersebut.  Publik menunggu hasil analisis dan kesimpulan dan pangumpulan data dari audit tersebut.

Nantinya, Kemenkeu juga akan mendapat manfaat dari audit investigatif dan Pansus ini.  Hasil audit bisa menjadi modal dasar untuk melakukan reformasi kelembagaan di kementrian keuangan secara fundamental.  

“Dengan langkah-langkah Pansus DPR seperti ini diiringi oleh audit investigatif dari BPK, maka isu kontroversial yang membingungkan dapat diselesaikan secara lebih tertata, legal, terkendali,” tutupnya. 

Adapun, DPR memang telah berencana membentuk pansus untuk transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun. Berdasarkan rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komite Tindah Pidana Pencucian Uang (TPPU), Rabu (29/3/2023) kemarin, masih belum memutuskan pembentukan pansus tersebut.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper