Bisnis.com, JAKARTA – Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus sebesar US$5,48 miliar pada Februari 2023. Ini menandakan surplus perdagangan selama 34 bulan berturut-turut.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor Indonesia pada Februari 2023 tumbuh sebesar 4,5 persen secara tahunan, melambat dari 16,4 persen pada Januari 2023.
Perlambatan terutama disebabkan oleh penurunan harga komoditas batubara, yang menyebabkan ekspor batubara terkontraksi sebesar 6,5 persen secara bulanan.
Sementara itu, impor Indonesia pada Februari 2023 tercatat turun sebesar 4,3 persen secara tahunan. Penurunan terutama disebabkan oleh penurunan impor perlengkapan elektrik serta bagiannya sebesar 15,22 persen, serta mesin, peralatan mekanis dan bagiannya sebesar 7,27 persen secara bulanan.
Ekonom Bank Danamon Irman Faiz menyampaikan bahwa penurunan tersebut juga disebabkan oleh faktor musiman. Di sisi lain, tren peningkatan impor produk konsumsi terus berlanjut.
Faiz mengatakan, penurunan harga komoditas telah memoderasi pertumbuhan ekspor, yang tercermin pada Februari 2023 ini. Menurutnya, surplus perdagangan Indonesia akan cenderung menyempit ke depannya.
Baca Juga
“Kami masih memperkirakan surplus perdagangan akan menyempit terlepas dari capaian pada Februari dan di tengah membaiknya impor yang dipicu sektor manufaktur, terutama selama periode Ramadan,” katanya, Rabu (15/3/2023).
Senada, Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan surplus perdagangan cenderung menyusut ke depannya, namun dapat bertahan lebih lama dari yang diantisipasi karena penurunan harga komoditas akan lebih bertahap.
Perkembangan tersebut juga didorong oleh pembukaan kembali ekonomi China dan kondisi yang lebih baik dari yang diperkirakan di kawasan Eropa.
Pertumbuhan ekspor menurut Faisal akan cenderung melambat karena penurunan harga komoditas, dipicu oleh permintaan global yang lesu di tengah tingginya inflasi dan kenaikan suku bunga acuan yang masih berlangsung.
Pertumbuhan impor pun diperkirakan terus membaik karena permintaan domestik yang cenderung menguat, setelah pencabutan PPKM pada akhir tahun 2022 dan keputusan pemerintah untuk melanjutkan Proyek Strategis Nasional.
“Namun, kami mengantisipasi risiko penurunan pertumbuhan impor di tengah penurunan harga minyak dan penurunan ekspor. Beberapa bahan baku untuk memproduksi barang ekspor diperoleh dari impor,” kata dia.
Faisal memperkirakan, neraca transaksi berjalan Indonesia pada akhir 2023 akan berubah menjadi defisit yang terkendali sekitar -1,10 persen dari PDB.