Bisnis.com, JAKARTA - Perekonomian global masih memberikan tantangan volatilitas yang besar sampai dengan saat ini.
Ibarat sekuel film Hollywood, 2023 seperti menonton episode keempat, dan merupakan lanjutan yang erat dari episode sebelumnya. Episode pertama hingga ketiga sudah kita lewati, yaitu sejak pandemi mewabah di seluruh dunia pada 2020 hingga berlanjut ke masa pemulihan dan vaksinasi pada 2021–2022.
Tentu saja invasi Rusia ke Ukraina, yang dapat dilihat sebagai alur cerita tidak terduga menambah buruk dari tekanan inflasi di dunia melalui kenaikan harga energi dan pangan sepanjang 2022. Akibatnya, seperti yang sudah sama-sama kita lihat bersama, yaitu inflasi meningkat drastis direspons dengan kebijakan suku bunga acuan global yang agresif.
Pertanyaan terpenting kemudian adalah bagaimana kita mengantisipasi dan memanfaatkan episode keempat dari volatilitas global? Satu keuntungan saat kita menghadapi episode atau siklus ekonomi tahun ini adalah kita sudah mendapatkan trailer akan seperti apa kondisi perekonomian dunia pada 2023.
Dua kunci utama bagi Indonesia dalam menjaga momentum pemulihan ekonomi domestik adalah dengan: 1. Menjaga daya beli masyarakat agar konsumsi masyarakat tetap tumbuh di atas 5%; 2. Menjaga momentum pertumbuhan investasi di Indonesia, baik bagi investor asing maupun domestik.
Kedua mesin pertumbuhan ekonomi tersebut akan menemui tantangan besar. Namun, peluang untuk menjaga pertumbuhan seperti yang ditunjukkan pada 2022 sangat ter-buka lebar. Beberapa argumen yang dapat saya sampaikan di sini adalah: (i) Berdasarkan data historis dan konsensus proyeksi tiga indikator utama dunia, yaitu pertumbuhan ekonomi (PDB), inflasi, dan suku bunga, terdapat kemungkinan bahwa siklus perlambatan ekonomi atau resesi akan relatif berlangsung maksimal dalam empat kuartal; (ii) Sebagai tambahan, siklus inflasi dan suku bunga tinggi yang relatif pendek (tidak lebih dari 1 tahun sejak level puncaknya) akan berpeluang mendorong korporasi untuk melakukan ekspansi dengan menerbitkan obligasi dengan kupon yang bisa lebih rendah pada 2023 dibanding-kan dengan 2022.
Baca Juga
Perbankan juga dapat meningkatkan pertumbuhan kredit pada sektor-sektor potensial dengan tingkat bunga yang terukur dan menghindarkan kepada penurunan kualitas aset akibat kenaikan suku bunga pinjaman yang terlalu agresif.
Kedua faktor di atas merupakan argumen dasar bahwa daya beli masih dapat dijaga dan investasi dapat dijaga pertumbuhannya, meski-pun tentu saja dengan extra effort.
Kinerja investasi, sekali lagi, telah ditunjukkan tahun lalu, di mana realisasi investasi tumbuh signifikan pada 2022 sejalan pemulihan ekonomi domestik, meski di tengah gejolak eksternal. Realisasi investasi (baik domestik maupun asing) pada triwulan IV/2022 terca-tat Rp314,8 triliun, tumbuh 30,3% YoY.
Selama 2022, realisasi investasi mencapai Rp1.207 triliun, di atas target peme-rintah Rp1.200 triliun. Aliran investasi didominasi oleh investasi pada sektor pertambangan, logam dasar, dan transportasi. Patut dicatat, pembangunan infra-struktur oleh Pemerintah 7–8 tahun terakhir men-dorong konektivitas yang meningkat, dan secara paralel meningkatkan investasi sektor transportasi.
Satu hal yang menarik dari kinerja investasi Indonesia adalah pertumbuhan pesat investasi sebagian besar dikontribusi oleh investasi asing (PMA). Pada 2022, PMA berkontribusi 54,2% dari total investasi, sedang-kan PMDN berkontribusi sekitar 45,8%. Selama 2022, PMA tercatat sebesar Rp654,4 triliun meningkat signifikan sebesar 44,2%.
PMA terutama masuk pada hilirisasi industri nikel sejalan program pemerintah untuk terus memacu ekspor SDA yang lebih bernilai tambah. Dari sini, kita bisa melihat, potensi investasi yang besar di Indonesia bisa didapatkan dari sumber per-tumbuhan baru, seperti sek-tor terkait green energy atau Environmental, Social, and Governance (ESG), serta per-ikanan dan pertanian.
Sementara itu, keberhasilan Pemerintah dalam menekan penyebaran kasus Covid-19 juga mendorong aliran investasi domestik (PMDN) selama 2022 yang menca-pai Rp552.8 triliun, tumbuh sebesar 23,6%. Aliran investasi domestik memang sangat tergantung kepada mobilitas dan keleluasaan bertransaksi, sehingga pencabutan PPKM akan membawa investasi domestik seharusnya lebih baik di tahun ini.
Aliran investasi Indonesia pada 2023 akan mengha-dapi tahun yang penuh tantangan. Dari sisi global, risiko perlambatan ekonomi bahkan resesi membayangi negara asal investasi utama Indonesia, seperti Tiongkok, Singapura, dan Amerika Serikat. Dari sisi domestik, tantangan lebih pada stabilitas politik menjelang diadakannya Pemilu dan Pilkada serentak pada 2024.
Namun demikian peluang tumbuh tetap terbuka, ditopang oleh kebijakan Pemerintah yang tetap mengedepankan program hilirisasi untuk membawa nilai tambah yang lebih besar bagi perekonomian.
Satu hal yang positif bagi Indonesia adalah bahwa koordinasi kebijakan fiskal, moneter, dan perbankan sangat baik. Kebijakan diarahkan lebih detail dan ter-struktur hingga per daerah, seperti pemilihan sektor yang lebih dalam, yaitu berdasarkan kategori analisis dampak perlambatan ekonomi dan kenaikan cost.
Terakhir, pertumbuhan ekonomi nasional memang diperkirakan akan melam-bat, demikian juga kinerja ekspor yang akan mengecil dibandingkan dengan 2022.
Namun, berbagai faktor positif akan menjadi penopang ekonomi Indonesia pada 2023: 1. Dicabutnya PPKM; 2. Kebijakan Pemerintah yang pro pertumbuhan dengan alokasi kepada social assistance ditambah subsidi BBM dan listrik yang tetap besar; 3. Kebijakan suku bunga acuan yang tidak lagi agresif; dan 4. Pelemahan rupiah yang semestinya tidak terlalu dalam dibandingkan dengan periode-periode krisis yang lalu.